Jumat, 01 Januari 2016

Rachel Danelson part 2

Add caption
Andew Jackson sang kandidat secara jujur jatuh hati padanRachel Nadelson. Sedang Rachel Nadelson hanya tertunduk diam. Dia berpikir bagaimana mungkin menjalani hubungan cinta kembali kepada lelaki lain sedangkan surat perceraiannya belum ia terima dari tangan Wilis Robard. Itu semua akan menjadi polemik dan berujung pada skandal di mata rakyat Amerika. (Kisah sebelumnya)

Cukup lama buat Rachel untuk muv'on kembali untuk mencintai seorang lelaki.


Disela obrolannya, Rachel Nadelson mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

"Tuan Andrew Jackson, apakah Anda sudah mendulang suara rakyat.?" bertanya Rachel Nadelson, "kalau sudah di daerah mana saja?"

"Ah-baru beberapa daerah saja yang sudah saya blusukin!" jawab Andrew Jackson.

"Oh yah! Anda suka juga blusukan juga!"

Andrew Jackson mengangguk seraya tersenyum manis sambil menghirup minuman bandrek ala Amerika. Seraya merasakan kehangatan minuman bandrek itu serasa sampai kekerongkongan. Namun yang lebih menghangatkan jiwanya adalah, bertatap wajah dengan Rachel Nadelson, wanita pujaannya selama ini. Sampai ia mengatakan di dalam hati ketika itu ia berucap, "KU TUNGGU JANDAMU"

"Kandidatnya siapa lagi selain Tuan Andrew Jackson?" Rachel kembali bertanya. 

"Selain aku, ada bernama John Quinci Adams!" jawab Andrew Jackson dengan raut wajah di kernyitkan, "dia adalah politikus terkenal licik. Berbagai macam cara ia akan lakukan untuk memenangkan pemilihan President kali ini!" ujarnya panjang.

"Tetapi aku tidak takut untuk bersaing dengannya!" kata Andrew Jackson lagi, "walaupun aku berbadan kurus tapi aku punya trick yaitu dengan cara blusukan kepasar-pasar atau ketempat-tempat keramaian di mana rakyat berada."

"Oh gitu, baik lah Tuan Andrew Jacson. Partai saya akan mendukung Anda!" ujar Rachel Danelson. "Walaupun partaiku dipimpin oleh seorang wanita, tetapi partaiku merakyat. Itu juga kataku, entalah kalau kata rakyat mah, hi ... hi ... hi ..." Rachel Danelson menyeringai dengan seyuman manisnya.

Membuat Andrew Jackson terkesima melihat wajah yang sembab namun berubah sumringah. Lalu Andrew Jacson berkata, "Hai Nyonya Rachel, apa yang membuat Anda tertawa begitu senangnya. Memang ada yang lucu dariku?!" 

Rachel Nadelson geleng-geleng kepala. "Bukaaan ..." kata Rachel, "yang membuat ku ketawa tentang partaiku, yang mengaku-ngaku merakyat. Padahal itu semua belum tentu kami sanggup!"

Andrew Jackson tertunduk malu. "Oh ... kirain menertawakan aku!?" 

"Ih ... Tuan mah, memangnya Tuan mau apa di kata pelawak?! ... he ... he ... he ...!"

"Gak lah, turun dong derajat saya. Masa dari calon president menjadi pelawak, kan gak lucu!"

"Ha ... ha ... ha ..." Mereka tertawa bersama-sama.

Perbincangan itu semakin lama semakin hangat. Rachel merasakan itu sehingga hilanglah rasa badmood di hatinya. Sangat menghibur lelaki di hadapannya. Bukan hanya berwibawa, namun juga humoris dan jenaka. 

Sedangkan melihat senyuman manisnya membuat Andrew Jacson semakin cinta padanya. Sehingga Dia harus mengatakan cinta sekarang ini juga. Karena kesempatan malam itu tidak akan terulang lagi karena kesibukannya dalam mendulang suara dari rakyat.

"Nyonya Rachel ...!"

"Ya Tuan Andrew!"

"Sebenarnya ..."

"Sebenarnya ..."

"Sebenarnya apa Tuan Andrew?!" berkata Rachel Nadelson dengan nada tinggi.

"Sebenarnya selama ini ... selama ini aku mencintaimu!"

Bagaikan terkena ledakan bom, Rachel jantungnya berdegup kencang. Dia tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Walaupun perkataan Andrew Jackson ada sedikit membuat hatinya gembira dan melupakan masa lalu bersama Wilis Robard. Bercanda dan tertawa itulah yang membuat rasa badmood Rachel Nadelson hilang.

"Ah Tuan ... aku rasa terlalu cepat!" jawab Rachel. "Aku tak mungkin langsung bersuami lagi sedangkan surat cerai belum aku terima dari Wilis Robard."

"Emm ... " berdehem Andrew Jackson, " oh ... tidak apa-apa Nyonya Rachel aku akan menunggu itu. Kalau bisa biaya berapa pun akan saya keluarkan agar surat cerai itu agar cepat keluar!" berujar Andrew Jackson. 

Rachel Nadelson hanya terdiam. Entah apa yang di pikirkannya. Meskipun di hatinya yang paling dalam, ia pun suka dengan gaya Andrew Jacson. Gayanya yang khas penuh wibawa sebagai kandidat President walaupun mempunyai tubuh yang kecil namun berisi.

Seorang ajudan Andrew Jackson berbisik di telinganya. "Maaf Tuan, waktunya sudah habis untuk bercengkrama. Malam sudah larut sebaiknya tuan beristirahat untuk persiapan blusukan esok hari!"

"Oke!" jawab Andrew Jackson. 

"Baiklah Nyonya Rachel, aku pamit dulu. Aku tunggu jawaban secepatnya." ucap Andrew Jackson. Seraya bangun dari duduknya. Lalu Rachel pun turut berdiri sambil tersenyum manis. Andrew Jackson mengulurkan tangan, Rachelpun balas mengulurkan tangan. Lalu Andrew Jackson mencium bahu tangannya. "Terima kasih untuk malam ini Nyonya manis!"

"Sama-sama Tuan Andrew, semoga sukses dalam kempanyenya!" sambut Rachel Nadelson.

***

Sementara itu di tempat Wilis Robard Kuntacky. Lelaki itu hanya termenung di balik jendela rumah megahnya. Pandangannya jauh menatap kedepan dengan pikiran tertuju kepada Rachel Nadelson. Baru dua hari berpisah padanya, terasa setahun menyayat hati. Perih di rasa gagalnya cinta  yang dibina. Hanya saja hati kecilnya berkata lain. Apa mau dikata sudah jalan takdirnya sehingga ia harus berpisah sebelum memiliki keturunan.

"Anakku!" panggil seorang wanita paruh baya yang tidak lain Bunda Wilis Robard. "Kenapa kamu termenung. Ibu tahu betapa sedihnya kamu. Tapi ibu minta jangan telalu berlarut-larut dalam kesedihan. Masih banyak wanita yang cantik walaupun bukan dari golongan bangsawan. 

"Iya Bu! jawab Wilis Robard, seraya menoleh kearah wajah sang Bunda. 

Sang Bunda melihat anaknya dalam kesedihan yang sangat dalam, seraya membelai pipi putranya. "Wilis anakku. Engkau adalah lelaki, yang sudah tentu panjang langkah. Dan juga harta yang kita miliki semuanya adalah sebagai pemikat wanita yang kamu suka nanti. Ibu yakin kamu akan mendapatkan jodoh kembali lebih baik dari Rachel Nadelson, wanita bangsawan itu." ujar sang Bunda panjang.

"Dan lagi, tidak enak bila hidup selalu dikekang walaupun di dalam istana. Lebih baik kita jadi rakyat jelata saja, yang tidak pusing memikirkan urusan Negara dan rakyat!" ujar Bunda lagi. 

"Aku tahu bu!" Wilis Robard menjawab, lalu ia beranjak kedalam kamar.

Sang Bunda berkata lagi. "Lebih baik kamu urus segera surat perceraian kamu. Biar calon istrimu itu tidak berharap terlalu lama.

"Ya Bu, nanti!" jawab Wilis dengan dingin sambil membuka daun pintu kamarnya untuk beranjak istirahat.

Ada rasa enggan apa yang di bilang sang Bunda mengenai pengurusan surat perceraian. Sebenarnya bisa saja Wilis Robard mengurus dengan cepat dengan cara menyuap. Tapi rasa hatinya sangat terperihkan dan dirasa sangat sulit untuk terobati. "Ah-biarin aja, bodo amat pusing kepalaku!"

Sangat pusingnya memikirkan semua permasalahan. Wilis Robard mengambil kopi sachetan. Kopi membuat hidupnya terasa hidup. Kopi hitam yah kopi hitam, karena selain kopi hitam Wilis Robard menganggapnya bukan ngopi seperti kopi luwak atau kopi susu, menurutnya seperti minum sirop, jadi tidak ada pengaruhnya apa-apa.

Termasuk merek pun tidak bisa kelain hati. Wilis Robard suka sama kopi Kapal Api mix. Selain itu dia bilang "No Way"

***

Di balik kordeng merah bermotif kembang, Rachel Danelson memandang kearah dimana para pejabat partai berkumpul di ruang aula pertemuan. Partai pendukung Bakal Calon President Amerika yang ke 7 hadir di tengahnya yang tidak lain adalah Andrew Jackson. Sosok lelaki penuh kharisma. 

Di balik kordeng itu Rachel Nadelson bergumam di dalam hati. "Sepertinya lelaki itu mencuri hatiku. Mungkin saja lelaki itu bisa menyatukan kembali hatiku yang retak. Tapi ... tak mungkin itu terjadi mencintainya sebelum surat cerai aku terima."

Tok, Tok, Tok,

Suara ketukan pintu itu membangunkan lamunan Rachel Nadelson. "Siapaa?!" pekiknya bertanya.

"Saya Bunda ...!" 

Sahaya menyahut, Rachel pun mengizinkan masuk.

"Tuan Andrew Jackson ingin Bunda menemuinya." ujar Sahaya itu.

Rachel berdiam sejenak tidak langsung menjawab. Lalu mencoba untuk menarik nafas sembari berpikir apa yang harus dilakukan ketika bersama Andrew Jackson agar tidak terjadi gosip yang tidak diinginkan.

Setelah itu Rachel kembali menatap sang Sahaya dan berkata, "Bilang, aku tak bisa menamaninya. Aku takut terjadi fitnah kalau kita terlalu dekat. Bahaya untuk popularitas Tuan Andrew sendiri.

Sang sahaya segera membalikan badan untuk meyampaikan apa yang dimaksud Rachel Nadelson. Ruang pertemuan penuh sesak para pejabat besar negara. Andrew Jacson berdiri di sudut untuk menunggu berita dari sang sahaya. Sahaya datang menghampirinya lalu memberitahukan apa yang di uraikan Rachel Danelson. Mendengar itu Andrew Jackson memaklumi ia mengerti memang tidak mungkin dalam keadaan begini.

Sementara para pendukung Andrew Jackson berkumpul saling berhadapan dengan anggota lainnya termasuk partai koalisi atau tim sukses pemenangan Andrew Jackson untuk President Amerika ke 7.

Tibalah saatnya Andrew Jackson untuk memberikan sambutan untuk tim sukses dan partai pendukung., termasuk koalisi anggotanya.

"Saudaraku seperjuangan. Kita akan memasuki babak terakhir dalam pemenangan saya yang akan memimpin bangsa ini kedepannya. Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan bangsa yang disegani dunia Internasional. Oleh karena itu kita harus memiliki pemimpin yang kuat dan tangguh menghadapi persoalan bangsa ini!"

Sementara itu di sudut ruang paling ujung. Sepasang mata manatap sinis ketika Andrew Jackson sedang berpidato. Wajah kecut dan mulut di pencongkan ketika pidato Andrew Jackson di soraki semangat oleh hadirin yang berada di situ. Sepertinya orang itu tidak suka dengan pidato Andrew Jacson yang penuh semangat, walaupun orang itu orang partai yang mendukung kandidat Andrew Jackson.

Kita dengarkan lagi pidato Andrew Jackson.

"Keterpurukan pemerintahan sekarang adalah, tidak pekaknya para eksekutif mendengar jeritan rakyat. Seperti kenaikan BBM yang dapat harga-harga lainnya ikut naik. Dolar yang menurun dratis dan Gaji buruh pabrik yang tidak naik-naik. Sekali naik, eh barang pokoknya juga naik, sama saja bolong, eh bohong."

"Untuk itu, jika saya memimpin bangsa ini. Saya akan memakmurkan rakyat kecil. Dan saya akan membagi-bagikan uang kepada rakyat miskin. Begitu!"

Sontak sepuruh hadirin bertepuk tangan, kecuali wanita paruh baya yang menatap sinis tadi. Wanita itu adalah mata-mata lawan politik Andrew Jackson yaitu JOHN QUINCI ADAMS.

***

Acara rapat itu pun selesai. Dengan semangat tinggi para hadirin untuk memenangkan Andrew Jackson. Turut serta simpatisannya. Semua sepakat untuk berjuang mati-matian dalam kampanye nanti. Malam pun larut mereka segera membubarkan diri pulang ketempatnya masing-masing.

Kecuali sang kandidat Andrew Jacson, bersama kedua ajudannya sedang duduk santai di ruangan tatap muka di sebelah aula pertemuan tadi. Kali ini Rachel Danelson hadir bersamanya. Seraya duduk disebelah Andrew Jackson.

"Tuan malam sudah larut, kenapa Tuan tidak ikut pulang bersama yang lain." berkata Rachel basa-basi, sebenarnya di hati ia ingin berbincang santai dulu dengan sang kandidat.

"Ah-aku ingin santai bersamamu setengah jam saja. Aku ingin mendengar jawabanmu perihal seminggu yang lalu. Apakah kamu mau menerima cintaku Nyonya Rachel Danelson?"

Rachel Danelson tidak langsung menjawab. Dia menunduk malu. Lalu tak lama Andrew Jacson mempertegas pertanyan yang sama. "Nyonya Rachel Nadelson, sekiranya engkau menerima cintaku, alangkah bahagianya aku. Aku selama ini menunggumu untuk menjadi pendampingku. Aku lelah merasakan itu. Lelah agar cinta kita terwujud. Lelah aku membayangkan dan memimpikanmu setiap malam. Dan lelah selalu berharap jawabanmu!"

Ungkapan dari seorang lelaki yang memelas akan cintanya. Mengemis cinta. Bagaimana tidak luluh hati seorang wanita itu pun Rachel Nadelson merasakannya, tak tega melihat seorang lelaki yang berkharisma harus mengemis cinta.

"Sudah Tuan Andrew Jackson, Aku terima cinta Tuan!" ucap Rachel Danelson mencoba untuk tegar, meskipun terbata-bata.

Andrew Jackson segera mencium punggung telapak tangana Rachel dengan kelembutan mesra seraya berkata, "Terima kasih Nyonya Rachel, terima kasih!"

Kemesraan mereka tampa disadari didengar oleh wanita sang mata-mata. Pembicaraannya direkam untuk diserahkan lawan politik Andrew Jackson yaitu John Quins Adams.

***

Senanglah John Quins Adams mendengar kabar itu. Berita yang bagus untuk menjatuhkan Andrew Jackson sebagai lawan politiknya. Berita yang akan dijadikan isu skandal antara Rachel Nadelson, Andrew Jackson dan Wilis Robard.

Benar saja isu bahwa Andrew Jacson berselingkuh dengan Rachel Nadelson yang di kabarkan masih berstatus istri dari Wilis Robard di karenakan surat cerai yang belum diterima Rachel Danelson dari tangan Wilis Robard.

Wara-wiri berita itu terdengar santar. Rachel Nadelson memutuskan untuk menyegerahi pernikahan dengan Andrew Jackson agar tidak terjadi polemik di mata rakyat Amerika atas kandidat terpilih nanti yaitu Andrew Jacson.

Namun sebelumnya Rachel Nadelson berusaha untuk menemui mantan suami yaitu Wilis Robard, untuk sesegera mungkin untuk membuat surat perceraiannya. Tetapi permintaan itu ditepis dengan alasan malas mengurusnya di karenakan KUA jauh dari tempat kediaman Wilis Robard.

Sedangkan waktu pemilihan Presiden hanya menghitung bulan. Isu perselingkuhanpun sekakin santar terdengar, tentu menurunkan kredibilitas Tuan Andrew sendiri sebagai calon yang terbanyak mendulang suara karena blusukannya.

Maka keluarga dari Rachel Nadelson memutuskan untuk segera menikahkan Rachel Nadelson dengan Andrew Jackson pada tahun 1791 meskipun tampa surat cerai dari Wilis Ribard. Untuk nama baik keluarga dan kandidat calon Presiden Amerika yang ke 7. Pernikahanpun dilaksanakan.

Mulai saat itulah Rachel Nadelson sah menjadi istri Andrew Jackson.

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Kini Rakyat Amerika berbondong-bondong mendatangi TPS-TPS bilik suara. Nasib negara akan ditentukan oleh kinerja President terpilih dituntut Lima Tahun kedepan untuk memajukan bangsa dan pengentasan kemiskinan. Juga di tuntut untuk menurunkan harga-harga yang melambung tingi sehingga mencekik leher rakyat.

Hari itu juga hasil pemilihan umum di umumkan. Bayangan mendulang suara terbanyak adalah Andrew Jackson, meskipun pelantikan akan dilaksanakan seminggu kemudian. Dan hasil sementara unggul Andrew Jackson dengan posisi teratas dari kandidat lainnya yaitu John Quins Adams. 

Tentu mendengar itu John Quins Adams kecewa apa yang dihasilkan oleh penghitungan sementara. Walaupun sementara, bayangan kekalahannya sudah pasti terjadi. Sudah pasti biaya besar yang di gelontorkan olehnya akan hilang begitu saja. Terbesit hatinya untuk membuat kekisruhan jika Andrew Jackson benar-benar terpilih menjadi President.

***

Lain halnya dari pihak Andrew Jackson cs, mereka bergembira atas hasil perhitungan suara sementara yang menang unggul di atas John Quins Adams. Mereka yakin dengan pehitungan sementara itu sudah pasti Andrew Jacksonlah yang terpilih.

"Tuan Andrew!" panggil Rachel.

"Ya sayang!" sahut Andrew.

"Aku sebagai istrimu tentu sangat bahagia sekali menjadi Ibu Negara." ujar Rachel Danelson, seraya merebahkan kepalanya di ketiak Andrew Jackson.

"Em ... Seharusnya aku yang bahagia bisa mendapatkan kamu. Aku ingin kau selalu disisiku dan bersama disaat senang maupun susah!"

Rachel Danelson mengangguk, "Eh-eh!"

Ketika mata hampir terlelap di hangatnya ketiak Andrew Jackson, Rachel teringat akan suami pertama Wilis Robard. Pikirannya menerwang ketika baru pertama kali di malam pertama. Malam pengantin bujang dan perawan. 

Sedangkan dia bersama Andrew Jackson adalah Bujang dan Janda kembang. Tetapi dihati Rachel ia merasa beruntung di sukai lelaki bujang walaupun dia sendiri janda.

Namun pikirannya tersentak ketika status jandanya adalah JANDA BODONG, alias janda tampa surat-surat. Tapi ia yakin dia sudah bercerai dengan Wilis Robard secara agama, tapi tidak dengan hukum negara yang berlaku.

Di batinnya dia berucap, akan menjaga cintanya dengan Andrew Jackson, karena dia pikir tidak enak jadi janda. Dan dia berdoa jangan sampai menjadi Janda 7x.

Surat perceraian belum juga di buat oleh Wilis Robard. Maka terbesit dibenaknya untuk menyambangi Wilis Robard di Kuntacky. Ia akan berusaha agar status Janda Bodongnya lepas dari predikatnya.

***

Oke... Penulis akan mempersingkat aja jalan ceritanya. Maklum penulis menulisnya pakai hape androit ukuran kecil jadi gak sabaran nulisnya. Dan sedikit kepo eh typo makasudnya.

***

Singkat ceritanya karena Rachel Danelson belum juga mendapatkan surat cerai dari Wilis Robard, sampai pelantikan Andrew Jackson menjadi President Amerika Serikat yang ke 7. 

Kandidat yang kalah bernama John Quins Adams, tidak menerima kekalahannya karena dia sudah habis-habisan untuk kempanye, dari suap-menyuap sampai menyewa jasa para normal yang menghabiskan jutaan dolar.

Kekecewaan itulah ia menyebar berita kaleng atauwa isu atauwa  gosip ke rakyat Amerika. Sehingga menjadi momok yang memalukan bagi Rachel Nadelson sendiri. Gosip yang mendera Rachel Nadelson adalah. Hidup mempunya dua suami alias POLYANDRI. 

Meskipun ia berusaha untuk berkata jujur di depan rakyat Amerika, namun awak media justru memojokannya. Paparazilah yang menjadi biang keladi kekisruhan rumah tangga Rachel Nadelson dan Andrew Jackson. 

Ketika seminggu lagi mau pelantikan, Rachel Nadelson jatuh sakit karena banyak pikiran. Badannya kurus. Matanya celong seakan-akan mau keluar dari rongganya. Namun Andrew Jackson tetap setia dengan  cintanya dan selalu menjaganya siang dalam.

Hari pelantikan pun tiba. Andrew Jackson bersiap untuk berpidato kenegaraan. Pidato pertamanya sebagai orang nomer satu di negeri paman syam itu. 

Seseorang ajudan melangkah kearah Podium dimana Andrew Jackson sedang berpidato, melihat itu Andrew Jackson menghentikan pidatonya sejenak, lalu mendengar kan bisikan dari sang ajudan itu.

Sang ajudan itu berbisik pelan di telinga Andrea Jackson.

"Tuan ... Ibu Negara sudah tidak ada!" 

"Maksudnya tidak ada, apa?!" Andrew Jackson mempertegas apa yang di maksud sang ajudan.

"Ibu Negara Meninggal Tuan!",

Mendengar itu Andrew Jackson bibirnya bergetar, matanya berkaca-kaca, raut wajahnya penuh kedukaan. Ia pun segera berjalan cepat menuju ruang dimana Ibu Negara sedang tertertidur untuk selamanya..

Melihat kesedihan di raut wajah sang President ketika pidato pertamanya sempat terhenti. Para hadirin dan pejabat saling berpandangan dan menundukan wajah. Sebagian pejabat itu yang sudah mengetahui pesakitan sang Ibu Negara, sontak menangis perlahan.

Sang Ajudan pun kembali keluar dan berdiri di atas podium untuk memberitahuakan bahwa Bapak President sedang berduka, sudah pasti pelantikan di tunda. Lalu tak lama kemudian para hadirin pun tahu, kalau sang Ibu Negara istri dari Bapak President Andrew Jackson bernama Rachel Nadelson telah menutup usia.

Kabar ini tentu tersiar ke penjuru benua Amerika Serikat. Semua rakyat berduka, termasuk simpatisannya. Bukan hanya itu, simpatisan lawan politik Andrew Jackson pun turut berduka. Banyak yang meneteskan air mata. Dan media masa atau paparazi yang membuat isu pun merasa bersalah, mereka meyesal telah membuat Kekisruhan.

Bendera setengah tiang dikibarkan dan masa berkabung selama 7 hari. 

Andrew Jackson yang masih belum menerima kematian Rachel Nadelson. Terus menangis meratap disisi jenazahnya. Ia yakin sang istri akan hidup kembali. Bahkan Andrew Jackson tidak beranjak sedikitpun dari mendiang jasad Rachel Nadelson. Ia tidak makan dan minum, sehingga tubuhnya yang kurus bertambah kurus.

Para ajudan membujuknya untuk makan dan minum serta mengikhlaskan kepergian sang Ibu Negara. Namun semua itu tidak didengarnya. Ia hanya berdiam membesi. Mematung memandangi jasad Rachel Nadelson yang terbujur kaku.

Hingga di hari ketujuh, kesehatan sang President mulai menurun. Namun sebelum itu, ia sempat merekam pidato yang sempat tertunda.. Dalam rekaman itu sang President berpidato.

"Untuk rakyatku. Suatu saat nanti, Bangsa ini akan di pimpin orang yang kuat. Yang dapat mengangkat derajat Bangsa!"

Begitulah isi pidato pertama dan terakhir President Amerika Serikat yang ke 7, Andrew Jackson.

Ia pun meninggal disisi sang istri yang sudah membujur kaku.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar