Jumat, 01 Januari 2016

Diktetif Sibir Engkel 008


Panas menyengat pada siang itu untuk seorang sopir angkot tidak melemahkan ikhtiarnya dalam mencari rizki. Kesabarannya dalam menempuh hidup yang semakin sulit dirasakan Pak Sibir. Sibir itulah nama sopir angkot itu.

Hidup di negara yang menjemuk ini dan penuh warna-warni kericuhan politik membuat Bangsa Indonesia semakin terpuruk dari segi ekonomi maupun hukum dan politik. Politik yang dirasa sangat memuakan membuat rakyatnya muntah. Tapi Pak Sibir tidak perduli yang terpenting adalah bagi Pak Sibir murahnya harga sembako dan Bahan Bakar Minyak. Karena kedua itu adalah jantung rakyat kecil.

Berpakaian halnya seorang sopir angkot dengan handuk di kalungkan dileher, Pak Sobari segera memanaskan mobil angkot ber-plat kuning itu. Penuh semangat menyambut pagi dengan diiringi doa agar sang pencipta alam menurunkan karunianya dengan rizki yang berlimpah padanya.

Seraya membaca Bismilah mobil itu pun menggerung. Perlahan keempat rodanya melaju dengan hati-hati. Pak Sobari dengan cekat melirik kekiri mencari penumpang. Terlihat dari kejauhan seorang ibu muda dalam keadaan hamil tua sedang berdiri. "Alhamdulillah dapat Sewa satu!" batin Pak Sobari sumringah.

Benar, wanita itu melambaikan tangan petanda ia akan manaiki mobilnya. Pak Sibir segera menepi-kan mobilnya.

"Bang ini kearah Rumah Sakit Umum Daerah?" sebelumnya bertanya seperti itu.

"Benar Bu!" jawab Pak Sibir. Lalu Ibu muda yang sedang hamil itu pun segera masuk kedalam mobil. "Awas kepala!" terang Pak Sibir, karena sering sekali penumpang yang terbentur kepalanya atap pintu ketika mau naik.

Ibu muda itu duduk manis disebelah kiri posisi menyamping sambil mengusap-ngusap perutnya.

Pak Sibir menoleh ke spion tengah arah tempat duduk penumpang. "Suaminya kemana Bu?" Pak Sibir bertanya.

"Suaminya di penjara Pak!" jawab Ibu itu.
Pak Sibir tertegun iba. Lalu ia tidak bertanya lagi takut pertanyaan menyinggung perasaan Ibu muda itu. Itulah Pak Sibir perasaannya halus, hatinya pekak terhadap keadaan dan perasaan hati seseorang. Karena Pak Sibir menilai, tidak semua orang ditanya akan senang, ada juga yang enggan menjawab karena sudah membuka privat pribadi.

Baru saja mobil angkot melaju beberapa meter, seorang lelaki diperkirakan berusia sama dengan Pak Sibir melambaikan tangan dengan jari telunjuk kedepan. "Alhamdulillah dapat lagi sewa!" gumam Pak Sibir didalam hati.
Lelaki itu segera masuk dan mengambil posisi duduk di belakang Pak Sibir.

"Mau kemana Pak?" tanya Pak Sibir basa-basi.

"Eh- ini-mau ke depan situ turun di halte!" jawabnya sedikit kejut.

Lalu penumpang lelaki itu menoleh kearah Ibu muda tadi yang sedang hamil tua dan bertanya, "Kalau Ibu mau kemana?" Si Ibu pun menjawab, "Ini Pak mau periksa kerumah sakit. "Gak sama suaminya?" tanya lelaki itu lagi. Si Ibu muda itu pun kembali menjawab, "Di tangkap polisi Pak!"

Rezeki tidak kemana, tak lama kemudian tiga penumpang naik lalu melaju sebentar dua penumpang lagi didapatkan. Bersyukurlah Pak Sibir mendapatkan penumpang sehingga mobil angkotnya penuh sesak.
Karena penumpang sudah memenuhi ruangan, Pak Sobari pun tancap gas mempercepat laju kendaraannya. Mobil Pak Sobari meliuk-liuk lincah. Sebagian penumpang ada yang senang mobil melaju cepat tapi ada juga yang tidak suka karena takut.

Lelaki berada di belakang Pak Sibir menegurnya, "Pak jangan kebut-kebut lah!" lalu Pak Sibir pun menurunkan gasnya. "Iya Pak Maaf kejer Setoran!" kilah Pak Sibir.

"Nama Bapak siapa?" tanya Pak Sibir untuk mencairkan suasana.

"Oh ... Nama saya Sobari!" jawab lelaki itu yang ternyata bernama Sobari.

"Nama saya Sibir Pak!" sambung Pak Sibir pula.

Saat itu jalan lagi sepi sehingga Pak Sibir santai tampa awas. Karena merasa jalan lagi renggang, apa salah nya Pak Sibir menarik gasnya lebih cepat lagi agar cepat sampai keterminal dan mengambil sewa kembali. Mobil pun berjalan mulus tampa macet.

Tetapi kira-kira sepuluh menit tiba-tiba mobil Pak Sibir menguarkan suara seperti Bom.

Duuarrrr ...

"Ahhh ..... Astagfirullahal azdim." pekik seorang ibu muda yang sedang hamil tua tadi.

"Apaan tuh!" Sentak Pak Sobari.
Tiba-tiba mobil terasa oleng kekiri.

"Astagfirullah...!" teriak Ibu paruh baya.

"Aduhh ...!" Ibu muda yang sedang hamil tua meringis kesakitan sambil memegang perutnya. "Aduuh ... sakit ...!"

"Maaf, maaf!" ujar Pak Sibir, lalu ia turun dari mobil nya dan melihat ban mobil yang kempes. "Apes dah, pakai pecah lagi!" keluh Pak Sibir.

"Aduuh .... Sakiit, aaagh... Perutku sakit ..!" ibu muda hamil tua itu masih saja meringis. "Wah ... gawat ini jangan-jangan mau melahirkan!" pekik Pak Sobari seraya memegang tubuh ibu muda yang hamil tua. "Pak Sopir gimana ini!?" teriaknya lagi kebingungan.

"Yah ... Gimana ini!?" kini yang berkata Ibu paruh baya yang memang berada disamping ibu muda itu. "Cepat pak, panggil ambulan bawa kerumah sakit!" katanya lagi.

Pak Sibir sang supir pun bingung, pikirannya buntu dalam keadaan panik. "Ah ... sumpeh apes gue hari ini, penumpang lagi banyak lagi." rutuk Pak Sibir.

"Pak, biar saya telepon ambulan." Seorang pemuda menawarkan. "Jangan aduuh .. Saya gak punya duit Pak buat bayar ambulan!" ujar Ibu muda hamil tua itu. "Waduh, saya juga lagi gak bawa uang banyak!" kata Pemuda itu.

Tak lama lama mobil bak engkel lewat.

"Coba kita minta tolong sama mobil engkel itu!" ucap Pak Sobari, lalu ia melambaikan tangannya kearah mobil Bak Engkel itu. "Stop, stop, stop!" pintanya.

"Maaf tolong anterin orang hamil. Ini darurat Pak, tolongin yah!"
Karena semua terlihat panik, sang supir engkel itu pun meng-iyakan, lalu bersedia memberikan tumpangan.

"Cepat Pak bantuin!" yang berkata Pak Sobari sambil memegang tubuh ibu muda untuk di angkat ke mobil engkel. Sontak semua penumpang mobil angkot Pak Sibir turut membantu.

"Aduuh ... Aku gak kuat lagi!"

"Sabar bu tahan dikit!" berkata Pak Sobari.

"Aahhh ... uh ... uh ... uh ... gak kuuaaaat ... mau keluaaar ...!"

Benar saja.

"Owek ... owek ... owek ..."

Jabang bayi itu lahir ketika Ibunya sudah berada di bak mobil enggkel. Semua penumpang yang membantunya saling berpandangan.

"Yah ... lahir juga di sini!" celetuk Ibu paruh baya.

"Lah iya dia merojol!" sahut si Pemuda.

"Waduuh, dia lahir di mobil gue!" gumam supir mobil engkel.

Semua saling bertatap muka bingung mau berbuat apa, tak kecuali Pak Sibir yang merasa bersalah dengan keadaan. 

"Ya udah, buruan jalan ke rumah sakit biar diurus disana!" ujar Pak Sibir.

Sungguh ajaib memang, anak itu terlahir kedunia di dalam mobil bak engkel. Bayi itu berkelamin laki-laki. Tiba-tiba Pak Sobari menyeletuk. 

"Wah ... Kalau boleh saya kasih nama, bagaimana namanya diambil dari nama supir angkot yaitu Pak Sibir, dan nama belakangnya diambil dimana bayi ini lahir, yaitu di mobil engkel." Pak Sobari menyeringai. 
"Jadi siapa namanya Pak!" Si Pemuda malah menimpali.

"SIBIR ENGKEL!"

Sontak Pak Sobari menyebutkan namanya.
Sang ibu muda pun menyetujui dengan nama itu. Ia tidak perduli dengan namanya. Semua salah dia, punya suami seorang penggedar Narkoba, ketika ia hamil tiga bulan, sang suami di gelandang ke kantor polisi dengan barang bukti satu bungkus sabu-sabu dan dua batang linting ganja.

Wanita muda itu pasrah. Lalu semua penumpang tertawa bahagia menyambut kelahiran sang bayi dengan selamat. Para penumpang, Pak Sibir dan Pak Sobari tersenyum puas. Bayi itu pun di sah kan dengan nama

SIBIR ENGKEL

3 komentar: