Kamis, 07 Januari 2016

Prahara Genderuwo dan Wewe Gombel

Malam itu hembusan angin terasa dingin mencucuk. Hempasan lembut melambaikan dedaunan sehingga melantunkan simfoni kekresekan. Dua orang peronda dengan sebilah golok sebagai alat pengaman dan lampu senter sebagai penerang jalan di kegelapan dengan mata waspada mereka menyorotkan sinarnya.


"Din, sebenarnya gue malas malam ini ronda, dingin lagi udaranya." Berkata peronda bernama Asep kepada temannya bernama Udin.

"Sama Sep, gue juga malas, enakan tidur kalau udara dingin begini. Sambil dedekapan dah ame bini hehehe." Udin menyeringai sambil menyorotkan lampu senter ke arah pojok.

"Eh, ini malam apa ya!" tanya Asep.

"Malam jum'at Sep!" jawab Udin.

"Nah loh, balik lagi nyok!" berkata Asep, tampak raut wajah ketakutan.

"Kenapa emang?" seru Udin.

"Jangan lewat pohon gempol ah, takut!" terang Asep, "kata orang pohon gempol banyak setannya!" 

"Aah...loe mah Sep, pikirannya kesitu, gue juga jadi takut dah!"

"Balik arah nyok!" Asep berhenti sejenak ketika beberapa meter dari pohon gempol yang konon pohon itu banyak makhluk astralnya.

"Tanggung Sep! Lagi pula jauh kalau balik lagi.!"

Asep berpikir, benar juga kata Udin, balik lagi juga jauh. 

"Ya dah, kita baca bismilah aja!" Mereka pun berjalan, "Duh malam jumat lagi!" seru Asep.

Beberapa amalan yang biasa penulis lakukan apabila berjalan di tempat yang menurut kita paling angker maka di anjurkan membaca Surah Annas sambil terus berjalan dan jangan tengok-tengok. Sedangkan cara menghipnotiskan diri sendiri juga bisa yaitu susgetikan pikiran kita ketika berjalan di tempat angker, maka sugestikanlah seolah-olah di tempat keramaian misal di pasar atau di Mall.

Ketika Asep dan Udin mendekati pohon gempol itu tiba-tiba terdengar suara gegusrakan didahan gempol yang lebat itu. Sontak mereka terkejut dan langsung mengambil langkah seribu "Lari seeeep...."

Hiiii....hihihi...

Benar saja suara tertawa mengikik seperti kikikan ayam, suaranya terdengar jauh. Konon kalau mendengar suara perempuan mengikik ditengah malam, jika suaranya dekat, berarti makhluknya jauh. Tapi sebaliknya jika suaranya jauh berarti makhluknya dekat.

Udin dan Asep berlari tunggang langgang kecepirit, mendengar suara mengikik didahan pohon gempol "Uh ... Sue!" rutuk Udin. "Sompret banget tuh kuntilanak!" hardik Asep dengan nafas tersengal-sengal.

Udin nafasnya megap-megap sambil berkata. "Wah, besok-besok aku gak mau keliling kesana. Uh...baru kali ini gue di ketawain kuntilanak.

"Sama Din, gue juga biar pun di bayar berapa juga iiihhh....amit-amit dah di ketawain kuntilanak." Ujar Asep sambil duduk mendeprok. "Ya udah kita pulang dah kerumah!" menyahut Udin. Mereka bergegas kerumah masing-masing.

***

Pukul 01.00 sepasang suami istri sedang bercakap mesra. "Bang besok pagi jadi berangkat kerja keluar daerah.?" bertanya sang istri. 

"Jadi lah!" jawab sang suami, "besok bangunin pagi-pagi buta yah!"

"Iya Bang, sekarang abang tidur biar gampang ngebanguninnya." ujar sang istri sambil memijit betis sang suami. "Apa abang mau main dulu!" Tiba-tiba sang istri menawarkan sesuatu.

"Emm .." berdehem sang suami. "Boleh Neng, hehehe, sebentar abang mau ngambil sesuatu dulu ya..!" 

"Kebetulan eneng juga mau kekamar mandi dulu biar bersih gitu bang hihihi.." sang istri menyeringai.

Ketika sang suami kedapur entah mengambil apa. Dan sang istri kekamar mandi mahu bebersih badan tampa di sadari sang istri, sesosok bayangan hitam, besar dan tinggi sedang mengintai dari balik tembok kamar mandi. Matanya menyorot tajam berwarna merah, kukunya panjang dan dan giginya bercaling. Makhluk itu seperti senang melihat perbuatan sang istri melakukan aktivitas dikamar mandi.

Leha nama sang istri itu, setelah selesai membersihkan tubuhnya, ia berbalik badan untuk keluar dari kamar mandi. Tetapi alangkah terkejutnya ia melihat bayangan hitam, besar dan tinggi di balik tembok kamar mandi, sontak Leha berteriak "Aaaa........abaaang...!" Leha berteriak keras memanggil sang suami.

"Ada apa neeng...!" balas sang suami dengan nada keras pula dari dalam kamar sembari mencelat keluar kamar untuk menemui Leha sang istri. "Ada apaan sih, teriak-teriak!" 

"I...i...itu bang! Ada bayangan hitam ditembok!" sambil menunjuk kearah tembok yang dimaksud. Namun bayangan itu sudah tidak terlihat. Sang suami mendekati tembok itu seraya merabahnya sambil berkata, "Mana, gak ada apa-apa?!" 

"Tadi eneng lihat di situ!" kembali Leha berujar sembari menunjuk kembali kearah tembok. "Barusan ada bang, ketika eneng mau keluar dari kamar mandi. Seperti bayangan tubuh orang sedang berdiri, bentuknya tinggi, besar." 

"Ah...halusinasi aja kali!" jawab sang suami. "dah ah jangan jadi penakut. Kita ini manusia, lebih mulia dari bangsa jin." 

"Iya bang hehehe....tetep aja takut kalii...." tukas Leha manja.

Mereka pun kembali kedalam kamar untuk menunaikan kewajiban sebagaimana kewajiban seorang suami dan istri. Malam penuh kehangatan dan cinta kasih saling bersinambung di dalam gelora asmara. Hasrat membuncah diiringi deru nafas memanggil diruang sepasang yang di ridhoi Tuhan dengan ikatan yang sakral.

Namun tampa sepengetahuan mereka sepasang mata menyorot merah sedang memperhatikan mereka. Makhluk besar dan tinggi itu juga banyak bulu di sekujur tubuhnya itu sangat angker dan seram. Makhluk itu berjenis Jin dari negeri Siluman bernama GENDORUWO.

Secara ghaib rupanya makhluk gendoruwo itu mengambil sukma sang suami sehingga meng-renkarnasi dalam bentuk wujud sang suami. Persis sama dengan jiwa dan raga serta karakter sang suami. Tetapi Gendoruwo itu tidak mungkin berubah wujud menjadi sang suami, hal yang mustahil suami berubah menjadi dua di mata Leha. Akhirnya sang Gendoruwo memutuskan akan berubah wujud menjadi sang suami jika sang suami yang asli akan pergi bekerja.

Keesokan harinya sang suami berpamitan untuk bekerja ke luar daerah, tentu tidak akan pulang dengan cepat. Sang suami berujar, "Mungkin abang pulang minggu depan!" 

"Iya bang hati-hati dijalan!" pesan Leha kepada sang suami.

TIGA HARI KEMUDIAN

Tiba saatnya sang Gendoruwo merubah wujud menjadi sama persis suami Leha. Tak ada yang beda sedikitpun karena aura sukmanya telah di pinjam oleh Gendoruwo itu.

Tok tok tok

Ketukan pintu terdengar. Leha terkejut dengan suara ketukan pintu itu. Tidak biasanya malam-malam ada tamu yang datang. Meskipun sang suami, mana mungkin pulang secepat ini! Sang suami bilang kalau dia pulang seminggu kemudian. Namun suara ketukan itu berulang-ulang, dengan terpaksa akhirnya Leha menghampiri untuk melihat siapa yang datang dimalam hari.

"Siapa...?" Leha berteriak.

"Aku neng abang!" kata pengetuk pintu itu yang tidak lain adalah Gendoruwo yang sudah merubah wujudnya menjadi suami Leha.

"Abang!" batin Leha. Ia sebelumnya mengintip lebih dulu dari balik jendela. Ternyata benar apa yang dilihat itu adalah sang suami. Leha pun membukakan pintu.

"Looh...kok abang pulang cepat, katanya seminggu?!" bertanya Leha ketika sudah membuka pintu dan berdiri dihadapannya.

"Iya neng. Sebenarnya seminggu lagi. Tapi karena pekerjaannya dikerjakan separuhnya jadi abang pulang lebih awal." ujar sang suami jadi-jadian beralasan.

"Oh, ya udah abang masuk!"

Leha beranjak ke dapur untuk menyediakan minuman hangat untuk suami jadi-jadian. Secangkir teh hangat dan sebutir kue garing disediakannya. "Minum bang-teh-nya!" Leha mengulurkan minuman teh hangat itu. Sang suami dengan senyum sumringah meraihnya seraya berkata. "Terima kasih sayang. Kamu memang istri yang paling manis hehehe..." 

"Semanis tehnya ya bang!"

"Eh, eh!"

Leha memandang wajah suaminya itu ada yang beda dari raut wajahnya lebih tampan dan sedikit mempesona, ketika sebelum tiga hari yang lalu dengan wajah biasa-biasa saja. Tercium pula aroma mewangi disekujur tubuhnya, tidak seperti biasanya. Semua dirasakan sangat aneh oleh Leha.

"Bang, habis ini mau ngapain?!" Leha menawarkan sesuatu dengan bahasa isyarat. Tentu hanya sepasang suami istri ini yang tahu bahasa kode sesuatu. "Mau gak bang...!" seru Leha kembali.

Sang suami tersenyum menyeringai. Ia mengangguk pertanda mauu....

Merekapun memadu kasih. Didalam kehangatan malam yang semakin dingin tidak dirasa oleh sepasang ini. Leha terkagum-kagum merasakan kelainan pada sang suami. Kali ini sangat beda dalam permainannya. Tidak yang sudah-sudah harusnya Leha lah yang paling unggul memainkan game itu. Namun kali ini Leha di buat TKO oleh sang suami jadi-jadian. "Aaaghhh.....nyeraaaah....!" pekik Leha didalam hati.

Kalau saja Leha tidak berterus terang ia kalah. Mungkin permainan game Criminal Case akan sampai matahari terbit di ufuk barat. Sangat aneh dan beda abang yang sekarang sama abang tiga hari yang lalu.

***

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Sembilan bulan Leha mengandung. Tinggal menghitung hari kalau tidak meleset. Leha berkata kepada sang suami. "Bang, sepertinya anak kita tak akan lama lagi akan lahir!" 

"Masa neng!" Sang suami berseru sumringah.

"Iya, coba dengar nih. Kakinya sudah nendang-nendang mauk keluar. Bang, nanti kalau anaknya laki-laki mau dikasih apa namanya?" bertanya Leha dengan manja.

"Kasih aja namanya Sambrun!" ucap sang suami.

"Ih ... Masa Sambrun kaya orang kurang di daerah bekasi sih bang!" ujar Leha tersenyum nyinyir. "Yang bagusan lagi apa namanya. Jangan Sambrun, sekalian aja Ombi orang gila di kampung penulis cerpen ini, namanya Ombi dekat rumah Cataleya Denay.

Di bilang begitu sang suami malah tertawa mengekek. "Ya Udah kasih aja namanya Subur Doang. Dil...!"  Leha menimpali "Diil..."

Benar saja baru saja mereka berkata demikian. Tiba-tiba Leha merasakan sakit yang sangat amat diperutnya. "Baang kok sakit si...aduuh....!" pekik Leha sambil mengusap perutnya yang membesar. 

"Aduh! Mau beranak kali neng!" 

"Iya kali bang. Sakit amat nih...!"

Sang suami pun panik tidak terkira. Ia segera berteriak meminta pertolongan kepada tetangga. Bu Royani yang mendengar itu sebagai tetangga Leha sontak melompat ketika suami Leha meminta pertolongan bahwa sang istri mau beranak. "Tolong Mpok, neng Leha kayanya mau melahirkan!" kata suami Leha memanggil Bu Royani dengan sebutan Mpok sebagaimana orang betawi memanggil wanita yang lebih tua.

Bu Royani datang untuk membantu. "Kenapa neng Leha?!" tanya Bu Royani dengan wajah kebat-kebit.

"Sakit perut Mpok, kayanya mau melahirkan dah!"

"Coba liat, eh iya udah pecah ketubannya." Bu Royani berseru. "Bang Jali... panggil mobil buruan bawa kerumah sakit!" kata Bu Royani panik.

Suami Leha yang ternyata bernama Jali itu segera keluar untuk kerumah Pak Rt yang kebetulan ia punya mobil. "Sebentar Mpok aye minjem mobil dulu sama Pak Rt." Pekik Jali suaminya Leha. Dengan menggunakan langkah seribu, Jali berlari menuju rumah Pak Rt. Ketika di persimpangan jalan ada gardu pos ronda, kebetulan banyak anak muda yang nongkrong.

Beberapa pemuda melihat Bang Jali berlari dengan tergopoh-gopoh tentu ada rasa ingin tahu. Lalu salah satu anak muda itu bertanya. "Bang Jali ada apa? kaya orang di uber-uber kuntilanak." 

Cepat pula Bang Jali menjawab. "Bini gue mau baranak lay!" 

Sesampai dirumah Pak Rt, Bang Jali mengetuk pintu dengan keras membuat Pak Rt terperanjat kaget. "Buset dah, ada apa si Li, loe ngetuk pintu begitu amat!"

"Bini aye mau beranak Pak Rt.!" ujar Bang Jali dengan nafas kembang kempis. "Sekalian aye pinjem mobil Pak Rt buat nganterin bini aye kerumah sakit.

Sebagai Pak Rt tentu harus mengayomi wargannya. Dengan cepat Pak Rt mengambil kunci mobil dan langsung memanaskannya. "Siapa yang mau bawa?!" tanya Pak Rt. "Pak Rt aja sekalian. Jawab Bang Jali dengan nanar. "Tolongin ya Pak Rt!"

***

Perlu diketahui. Ketika Bang Jali suaminya Leha mau berangkat kerumah Pak Rt. Tampa disadari Bu Royani tahu-tahu si jabang bayi sudah keluar dengan mudah. Bu Royani jadi panik. Dia bukan bidan atau dukun beranak. Tetapi karena kejadiannya begitu. Mau tidak mau Bu Royani menanganinya sendiri. 

Sudah takdir Leha harus beranak semudah itu. Dan sudah takdir pula Bu Royani baru pertama kalinya menolong orang bersalin dengan tanganya sendiri. Sungguh hebat memang Bu Royani dengan kepanikan dan ketulusannya bisa menjalani ini semua.

Leha merasa lega dan senang tampa merasakan sakit lagi. Hanya saja masih terasa lemas. Begitupun Bu Royani sangat senang dapat melihat si bayi mungil dari rahim Leha keluar dengan sendirinya. "Owek...owek...owek..."

Bayi itu menangis ditangan Bu Royani. Namun Bu Royani terkejut bukan kepalang ketika melihat wajah bayi itu, "Aaaggghhh..."

"Ada apa Mpok?" tanya Leha dengan suara parau. 

"Anakmu...anakmu...anakmu...!"

"Anakku kenapa Mpok?"  Bertanya Leha dengan wajah bingung.

"Muka anakmu...muka anakmu..adaa bulunya....iiih....!" 

Saking penasaran Leha pun ingin sekali melihat wajah anak pertamanya. Di mintanya sang bayi untuk diberikan kepadanya. Leha pun menoleh kewajah sang bayi sontak ia pun berteriak menjerit. "Aaagghhhh.....!"

Karena suara gaduh, tentu mengundang tetangga yang lainnya untuk melihat apa yang terjadi. Ketika para tetangga melihat wajah si bayi sontak semuanya berteriak berbarengan "Aaaagghhh....!"

Saat itu juga Bang Jali dan Pak Rt datang langsung masuk dan melihat Leha tau-tau sudah menggendong anak. Alangkah senangnya Jali melihat Leha selamat dalam persalinannya. Ia pun ingin melihat rupa wajah anaknya. Ketika Bang Jali mendekat sontak ia pun berteriak keras. "Aaaggghhh....!" 

Pak Rt jadi bingung kenapa pada berteriak ia pun penasaran mau melihat apa yang terjadi. Ketika Pak Rt memandang wajah si bayi sontak pula ia pun berteriak nyaring. "Aaaggghhh.....!"

Aneh semua pada berteriak yang seharusnya si bayi menangis, tapi ini malah tertawa lucu. Hanya saja ketawanya tidak kentara karena wajah yang mirip kambing dengan mulut kedepan dan berbulu hitam itu. Serta merta tubuhnya penuh urat-urat memilin melingkar.

Leha berkata. "Bang....kenapa anak kita seperti ini?!" 

"Laaah gak tau neng. Eneng waktu ngidam makan apa? Atau punya omongan apa? sehingga anak kita seperti dedemit.!" jawab Bang Jali. "Atau eneng gak ngucapin amit-amit kali ketika melihat kambing Mang Ucup!

"Ah...abang bisa aja. Abang kali tuh kalau ngomong sembarangan.!" 

"Sudah-sudah terima saja semuanya apa yang terjadi.!" ujar Pak Rt menasehati. "Siapa tahu kalau sudah besar anak ini bisa membawa keberuntungan buat orang tuanya.!"

Akhirnya Leha dan Bang Jali menerima apa yang di takdirkan Tuhan kepada mereka dengan mempunyai anak seperti dedemit. Namun semua itu diterima dengan lapang dada dan bersabar semuanya titipan sang maha kuasa.

Bersambung di Part 2 yah... Episode berikutnya tentang Wewe Gombel


Tidak ada komentar:

Posting Komentar