Senin, 18 Januari 2016

Prahara Gendoruwo dan Wewe Gombel (bag 2)

Tujuh Tahun Kemudian


Rindangnya pohon gempol diperapatan jalan itu membuat anak-anak senang bermain di bawahnya. Sudah tidak semistik tujuh tahun yang lalu. Hilangnya mitos ke angkeran pohon gempol itu lambat laun menghilang dikarenakan semakin berkembangnya penduduk didaerah itu.


Pemikiran-pemikiran mitos tidak percaya adanya tahayul dari keyakinan sugesti maupun dari mata agama membuat tempat-tempat angker itu tidak kentara. Walaupun demikian masih ada penduduk yang meyakininya bahwa pohon gempol itu sarangnya makhluk astral terutama Wewe Gombel yang diyakini masih bersemayam di pohon itu.

Fajar, Engkus dan Upik dan teman lainnya asik bermain dibawahnya. Sambil tertawa riang mereka asik bermain lompatan karet gelang. Permainan tradisional yang sudah hilang dimakan modrenisasi. 

"Gambreng dulu siapa yang jaga!" Berkata Upik, anak perempuan yang gemar bermain dengan anak laki-laki. Mereka berhadapan sambil saling pegang tangan untuk menentukan siapa yang kalah dalam gambreng itu akan jaga. Namun gambreng ini sebaliknya, siapa yang paling kecil dialah pemenangnya sedangkan yang paling banyak harus gambreng ulang sampai menyisahkan dua orang yang akan memegang karet gelang sebagai penjaga bukan pemain.

Anak lelaki usia yang sama datang menghampiri mereka. Wajahnya sangat buruk seperti hewan kambing, pipinya berbulu hitam tubuhnya kurus dipenuhi urat-urat melingkar memilin disekujur tubuhnya. Anak itu bernama Subur Doang anak dari sepasang suami istri yaitu Jali dan Leha.

"Eh lihat ada anak setan datang!" yang berkata adalah Fajar. Upik, dan Engkus sontak mengarahkan pandangannya. "Eh Subur datang.!" ucap Upik. "Jangan main sama dia ah...jijik lihatnya!" ujar Engkus. "Iya aku juga geli lihatnya!" Fajar menimpali.

Subur Doang menepi ke batang pohon. Dia tahu kalau tidak ada yang mau bermain sama dia. Ia mengerti dan merasakan itu. Bahkan teman akrabnya Upik pun masih sedikit jijik kalau bermain dengannya. Namun ejekan semua itu dia rasakan dengan berlapang dada dengan kepolosannya.

"Subur, emangnya mau main sama kami?" Upik bertanya sembari mendekati. "Hayo kalau mau main!" Subur geleng-geleng kepala. "Gak mau. Kamu aja main sana!" jawab Subur.

"Upik kamu jangan dekati dia. Nanti ketularan jeleknya!" hardik Fajar membuat yang lainnya tertawa, "Hahahaha..."

"Jangan gitu fajar...Suburkan teman kita juga!" kata Upik membela.

"Kamu aja sana main sama anak dedemit hahaha..." balas Fajar. Kembali yang lainnya turut tertawa.

Upik mendekati fajar lalu berkata. "Fajar jangan begitu... Tuh namanya kamu jahat!" Sehabis berkata begitu Upik menghampiri Subur. "Ya sudah kita pulang aja nyo, lagian sudah hampir magrib!" Lalu Upik meraih tangan Subur untuk pulang.

Fajar, Engkus dan teman lainnya masih terus mengejek. "Subur anak setan... Anak dedemit... Anak kambing... Anak semprul...!" Upik dan Subur terus berjalan hingga menghilang di persimpangan jalan di iringi gelak tawa Fajar, Engkus dan kawan-kawannya.

Senja memang sudah hampir redup. Kumandang solawat di setiap toa masjid dan surau bersahut-sahutan. "Cepat Bur, sudah mau magrib!" kata Upik. Mereka mempercepat langkah. Namun beberapa langkah terlihat seorang wanita muda melambai-lambaikan tangan kearah mereka.

"Siapa itu Bur?" tanya Upik kepada Subur sambil melihat wanita itu yang masih melambaikan tangan kearah mereka. "Kamu kenal?" Subur menggeleng-gelengkan kepala pertanda tidak kenal. "Samperin nyo!" kata Upik lagi. Subur hanya mengangguk. 

"Adik... Sini!" kata wanita itu memanggil. Upik dan Subur mendekati. "Nih kakak punya makanan kalian mau?" Wanita membuka bungkusan berisi makanan ringan, "Coba kalian lihat enak-enak kan!" Upik melihat itu wajahnya menjadi ceria.

"Wah... banyak sekali makanannya. Enak-enak lagi!" seru Upik. Subur hanya menatap sebentar lalu diam tampa ekspresi senang diraut wajahnya. "Bur... Lihat kamu gak suka yah!" kembali Upik berkata.

"Ini buat adik semua!" Wanita itu memberikan makanan kepada Upik. Alangkah senangnya Upik. Dengan wajah sumringah dia mengambil makanan itu lalu membuka dan memakannya. "Nyam...nyam...nyam...enak buur!" 

"Enak kan!" ucap Wanita itu. "Mau lagi gak, kalau mau banyak di rumah kakak!" 

"Wah... yang benar kak!" 

"Iya benar, kalau mau ayo ikut kerumah Kakak!"

Upik menengok ke Subur. "Bur kita main kerumah kakak ini dulu nyo!" ajak Upik. Subur menjawab datar sambil memegang tangan Upik. "Udah mau magrib Upik, nanti dicariin sama ibu kita."

"Kakak rumahnya jauh gak!" tanya Upik kepada wanita itu. Lalu wanita itu menunjuk kearah barat di mana pohon gempol itu berada. Upik melihat apa yang ditunjuk wanita itu benar adanya seperti rumah yang sangat besar dan indah. Halamannya luas dan banyak bunga-bunga di pagar rumah itu. "Lihat lah Bur, itu rumah Kakak deket sekali. Wah pasti banyak makanannya"

Masih saja Subur tidak berubah ekspresi wajahnya. Tidak tampak ceria seperti Upik. Seperti ada sesuatu yang dilihat. Bahkan wajah Wanita itu pun jika melihat Subur seperti rona tak suka. "Upik, lebih baik kita pulang saja!" Ajak Subur dengan nada memaksa. 

"Hai, Hayo kerumah Kakak!" Wanita itu kembali mengajak. "Mau tidak... di rumah kakak banyak makanan yang enak-enak.!" 

Seperti terhipnotis Upik mengangguk kepala sambil tersenyum sumringah. 

"Hayoo...Subur kita ikut ke rumah Kakak..!" Upik menarik tangan Subur. Sebenarnya Subur malas mengikuti ajakan Upik dan wanita itu. Walaupun Subur tidak mau untuk diajak kerumah Wanita itu, tentu ia merasa bersalah kalau terjadi apa-apa sama Upik. Akhirnya Subur mengikuti wanita itu.

Subur mempunyai fisik yang kurang normal bahkan bisa dikatakan tidak lazim sebagai manusia, tubuhnya seperti anak dedemit berbulu halus dan berurat seperti sudah tua. Namun dibalik kekurangan segala bentuk fisiknya, Subur mempunyai kelebihan. Dia bisa melihat dan merasakan kehadiran makhluk astral.

Kelebihannya itu bukan hanya manfaat untuk dirinya tetapi untuk orang-orang yang membutuhkan pertolongannya seperti mengobati orang kerasukan. Bahkan bisa mengobati orang yang jatuh sakit bisa sembuh dengan kelebihannya yang diberikan Tuhan.

Hanya saja masih kanak-kanak sifat manja dan suka menangis masih saja terlihat ketika ada orang yang membutuhkan pertolongan, terkadang suka dipaksa oleh kedua orang tuanya. Dan hasil dari mengobati, uang itu di gunakan untuk membantu ekonomi Leha dan Bang Jali sebagai orangtuanya.

Di dalam rumah wanita itu tampak rumah yang megah dan indah. Bukan hanya indah tetapi punya halaman luas. Upik sangat senang sekali. Baru pertama kali ia merasakan rumah yang luas dan indah.  Subur hanya memandang seperti ada sesuatu yang ia rasakan. Merasakan ia berada di tengah-tengah pemakaman. 

Wanita itu berkata, "Ini dia rumah Kakak. Sebentar Kakak ambilkan makanan untuk kalian." Wanita itu segera menuju ruang dapur. Sedang kan Upik dan Subur menunggu di ruang tamu, mereka duduk di sofa yang empuk. 

Upik senang sekali tampak ceria bermain di sofa itu sambil lompat-lompatan. "Subur...kenapa sih kamu diam aja, gak suka yah sama kakak itu!" Upik bertanya. Ditanya demikian Subur hanya diam.

Tak lama kemudian Wanita itu datang dengan membawakan Mie Rebus special. "Nih...Kakak bawa Mie special buatan kakak, pasti kalian sangat suka!" ujar Wanita itu sambil mengulurkan dua mangkok Mie Rebus.

"Wah... enak sekali.." kata Upik tesenyum sumringah. Lalu Upik mengambil mie itu dan langsung memakannya. Kecuali Subur, dia tidak memakannya. Bahkan melihat mie itu, ia menggidikkan bahu, karena yang dilihat Subur bukan Mie, tapi sekerumun cacing tanah.

"Subuur... kenapa sih kamu gak di makan mienya!" kata Upik sambil melahap mie itu. "Sayang tahu kalau enggak dimakan. Kasihan kakak capek-capek buatkan mie buat kita!"

Subur masih saja diam seraya menatap Wanita itu yang sedang mengintip dari balik pintu. Penglihatan Subur wanita itu berubah wujudnya sangat menyeramkan. Wajahnya penuh luka, lidahnya menjulur seperti ular, matanya menyorot merah. Bukan hanya wajah yang menyeramkan tapi tubuhnya yang bersisik penuh luka, rambutnya panjang sampai ketanah dan juga mempunyai buah dada yang panjang melember sampai kebawah perutnya. Melihat itu Subur lekas-lekas memalingkan wajah kearah lain.

"Upik kita pulang nyo, nanti dicariin sama ibu kita!" kata Subur. 

"Nanti dulu subur...makanan ini belum habis.!" jawab Upik seraya mengambil minuman es segar berwarna merah. Ketika Upik minum air itu, Subur kembali menggidikkan bahunya. "Ayoo Upik...kita pulang," memelas Subur.

Dengan lahapnya Upik menghabiskan makanan itu. Tak lama kemudian datang wanita itu. "Bagaimana enak kan makanan buatan Kakak.!" tanya  wanita itu seraya duduk di samping Upi. "Nah sekarang kita main," 

"Main apa Kakak.?" 

Sebelum wanita itu menjawab, Subur segera menarik tangan Upik. "Pulang Upik...udah malam nanti di cariin ibu kita!"  

"Eh sudah malam! Gelap diluar sana, meginap aja dirumah Kakak!" ujar Wanita itu penuh perhatian kepada Upik. Karena hati sudah terasa tidak enak, terpaksa Subur angkat bicara dengan menyentak keras. "Tidak! Kami harus pulang, lepaskan kami!" 

"Subur,,jangan begitu sama Kakak!" 

"Tidak Upik, kamu telah di bohongi sama Kakak ini!" Subur berujar dengan nada keras. "Kakak ini bukan manusia, tapi siluman. Makanan yang kamu makan itu bukan makanan yang kamu lihat, Mie rebus itu adalah cacing. Coba kamu lihat mie itu!"

Sontak wanita itu yang tidak lain adalah Wewe Gombel berubah menjadi marah kepada Subur. "Eh.. Anak jelek, kamu saja yang pulang!" 

"Eh, kakak yang jelek, balikan Upik! Kamu adalah bangsa Jin jangan mengganggu bangsa kami sebagai manusia."

Saat itu juga bertambah jadi marahnya Wewe Gombel itu yang menyamar sebagai manusia. Kini ia merubah wujud aslinya. Wajahnya berubah menjadi seperti dedemit, matanya merah menyorot tajam, lidahnya menjulur seperti ular, badannya penuh sisik dan mempunyai buah dada yang melember panjang. 

Upik melihat sang Kakak berubah wujud, sontak pula ia berteriak ketakutan. "Aaaahhhh...." lalu jatuh terkulai tak sadarkan diri. Subur segera meraih tubuhnya untuk membangunkan. "Upik...bangun, bangun pik!" sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Hiiihihihi!" Wanita Wewe Gombel itu tertawa santar, "Kamu saja yang pulang!" bentak Wewe Gombel itu sambil menunjuk kearah Subur. Namun sebelumnya tahu-tahu Upik berada di dalam kurungan ayam. Sedang kan Subur berusaha membuka Kerangkeng ayam itu yang mengurung tubuh Upik.

"Eh..jangan kamu bangunkan dia, aku suka padanya. Tidak seperti kamu anak jelek!" kata Wewe Gombel menghardik.

"Setan jahat! Lepaskan Upik!" Sentak Subur.

"Kamu saja yang pulang sana!" kata Wewe Gombel itu sambil mendorong tubuh Subur sehingga kepelanting kebelakang dan jatuh duduk. Tapi aneh ketika Subur terjatuh duduk tahu-tahu semua sudah berubah. Ia berada di bawah pohon gempol dimana anak-anak sering bermain di bawah pohon itu. "Ah...kenapa aku berada di pohon gempol ini." batin Subur seraya tengak-tengok  ternyata benar, dia berada di bawah pohon gempol yang terkenal keangkerannya.

Subur bingung harus berbuat apa lagi. Kini dia berada di alam nyata, sedangkan Upik berada di alam ghaib di sandera oleh Wewe Gombel. Saat itu jam menunjukan pukul 23.00, tentu sudah sangat sepi, tidak ada orang yang melintas. Upik berdiam sejenak. Ia berpikir kalau ia pulang dan mengadukan pada orang tua tentu akan menjadi pikiran, terutama orang tua nya Upik, mereka pasti mencari-cari Upik.

6 JAM SEBELUMNYA

Di sudut gang rumah sederhana tampak wanita paruh baya menatap kedepan rumah dengan wajah was-was, wanita paruh baya itu adalah Bundanya Upik. "Duh kemana... nih anak udah mau magrib belum juga pulang. Biasanya gak begini!?" gumamnya pelan penuh resah.

Saat itu juga Fajar dan Engkus lewat didepan rumah. Dengan cepat Bunda Upik memangil mereka. "Fajaaar... Engkus... Upik main kemana? Tanya Bunda Upik dengan sengit.

Fajar dan Engkus menoleh lalu mengglengkan kepala.

"Emangnya gak main sama kalian?" bertanya lagi Bunda Upik.

Fajar menjawab. "Tadi siang emang main sama kami. Tapi Upik sama anak dedemit pulang duluan barengan.!" 

"Anak dedemit siapa?" tanya Bunda Upik kebingungan.

"Si Subur anak dedemit!" jawab Fajar dengan cengingisan, Engkus pun demikian ikut tertawa pelan mendengar Fajar menjawab dengan mengejek.

"Maksudnya anaknya Mpok Leha?" 

"Iya Mak!" jawab Fajar sambil mengangguk.

"Terus kemanain tuh anak berdua?" kembali Bunda Upik bertanya.

"Gak tau Mak!" Habis menjawab begitu Fajar dan Upik berjalan lagi menuju rumah masing-masing.

"Duh kemana tu anak!" kesah Bunda Upik. "Ah samperin aja kerumah Mpok Leha, siapa tau main di rumahnya sama Subur."

Bunda Upik pun segera kerumah Mpok Leha. Waktu itu sudah hampir magrib. Tidak biasanya Upik bermain pulang sebelum magrib. Tapi kali ini membuat Bunda Upik kepikiran keberadaan Upik. Sesampai di depan rumah Leha Bundanya Subur. Terlihat Leha sedang berdiri didepan rumah, sama halnya dengan Bundanya Upik tampak raut wajah yang cemas.

"Assalamu alaikum...!" sapa Bunda Upik. "Upik ada Mpok?!"

"Lah...saya juga lagi menunggu anak saya Subur, mau magrib belum juga pulang?!"

"Nah loh, kemana ya Mpok!" kata Bunda Upik dengan nada panik.

"Iya nih, nyari kemana tuh anak. Coba kita tanya sama Fajar sama Engkus, siapa tahu mereka tahu dimana Upik sama Subur main."

"Sudah Mpok, tadi ketemu didepan rumah, saya nanya katanya sudah pulang duluan!" 

"Waah... nyari kemana ya Mpok."

"Bagaimana kalau kita nyari ke pohon gempol, mereka kan suka main disana!" kata Leha.

"Ya udah nyo, buruan Mpok dah mau magrib!"

Mereka bergegas ke pohon gempol di perapatan jalan. Banyak memang anak-anak kalau siang sampai sore hari bermain di bawah pohon itu, termasuk Upik dan Subur. Ditengah perjalanan menuju prapatan dimana pohon gempol bertengger, warga yang melihat Bunda Upik dan Leha berjalan tergesa-gesa tentu penasaran ingin bertanya.

"Ibu-ibu mau kemana..?" yang ditanya menjawab, "Mau nyari Subur sama Upik main belum pulang, hari udah gelap lagi."

Sesampai di pohon gempol itu, Bunda Upik dan Leha hanya termangu, karena pohon gempol itu benar-benar sepi, tidak ada anak-anak yang bermain. "Laaah...Kaga ada Mpok!" Yang berkata Bunda Upik. "Lah iyaa... nyari kemana lagi!" sambun Leha. Mereka celangak-celinguk tidak ada sebatang hidung pun orang disana.

"Nyari kemana lagi Mpok!" berkata Bunda Upik.

"Kita pulang aja dulu. Kalau sampai magrib belum juga pulang baru kita lapor ke Pak Rt." tukas Leha meyakini. "Ya udah!" sambung Bunda Upik.

Mereka kembali pulang, dengan perasaan was-was.

Magrib pun tiba, bahkan sudah lewat dan menghampiri isya. Namun Upik dan Subur belum juga pulang. Akhirnya Bunda Upik dan Leha melapor ke Pak Rt. Warga yang mendengar ini langsung mencari tapi belum juga ada hasil keberadaan Upik dan Subur. Hati Bunda Upik bertambah was-was, hingga ia tak tahan akhirnya menangis sambil teriak memanggil anak semata wayangnya, "Upik...di mana kamu nak...bikin khawatir bunda aja hikz, hikz, hikz.

Lain hanya dengan Leha, ia yakin bisa menjaga diri. Walaupun khawatir tetapi ia percaya Subur itu punya kelebihan dalam prihal ghaib.

Hilangnya Subur dan Upik terdengar keseantero kampung bahkan Kepala Desa dan pejabat setempat ikut dilibatkan dalam pencarian kedua anak itu. Maka ada yang mengusulkan untuk mengadakan Ritual khusus yang akan dipimpin oleh sesepuh kampung itu. Dibuatlah berupa sesajaen dan ritual khusus seperti berkeliling kampung sembari mengayak-ngayak biji kacang ijo di tampah sehingga menghasilkan suara kekesrekan. Ritual itu di percaya agar anak yang diculik oleh Wewe Gombel dapat dikembalikan.

Semua warga ikut serta dalam ritual itu. Berkeliling sambil berteriak memanggi nama Upik dan Subur sambil menggoyang-goyangkan tampah yang sudah berisi kacang ijo serta campuran bahan-bahan lainnya sehingga menguarkan suara kekresekan. 

"Upiik .... Subuur ....!" teriak para warga berjalan beriringan menuju pohon gempol itu. Setelah sampai di pohon gempol itu, lelaki paruh baya yang di percaya sebagai ketua ritual itu menaruh sesajen di bawah pohon itu. Di siapkannya daging ayam bakar atau bekakak, untuk di serahkan ke Wewe Gombel itu secara ghaib. Seraya membaca jampi-jampi sambil menaburkan kemenyan di dupa. 

Setelah selesai, sang ketua ritual itu berbicara. "Untuk para warga semua. Ritual ini sudah selesai. Kini harapan kita tinggal memohon pada Tuhan untuk menyelamatkan kedua anak itu yaitu Upik dan Subur jika memang dia dalam bahaya agar diselamatkan, dan apabila dalam cengkraman makhluk ghaib kita minta kekuatan agar terlepas itu semua.

Sementara itu Bunda Upik masih saja menangis terseguk-seguk, begitupun Leha semakin gelisah dan khawatir akan keberadaan Subur putra pertamanya. Ritual itu tidak menemukan segera kedua anak itu. Kini mereka harus berserah diri menunggu sampai pagi.

Sementara dari kejauhan tampak makhluk yang tak terlihat dengan kasat mata sedang mengamati ritual tersebut. Mahluk itu tiba-tiba merasa lapar ketika melihat bekakak ayam bakar dan asap dupa membumbung mewangi. Makluk itu sangat senang jika mencium bau dupa itu. Makhluk itu berbadan besar dan tinggi, penuh bulu disekujur tubuhnya. Matanya menyorot merah, giginya caling dan kukunya panjang pula, Makhluk itu adalah, Genderuwo.

Sekilat terbayang oleh Genderuwo enam tahun yang silam ketika melihat wanita sedang menatap harap di bawah pohon gempol itu, wanita yang pernah ia sukai, wanita itu adalah Leha.

"Subuur ... Di mana kamu Nak ...?" Teriak Leha sambil berkeliling di sekitar pohon gempol itu. Sang Genderuwo menjadi penasaran dengan wanita yang sedang mencari anaknya itu. Terpikirlah oleh Genderuwo untuk merubah wujud menjadi manusia. Dengan sekejab Genderuwo itu sudah berubah menjadi manusia.

Leha ketika itu mau menuju pulang tiba-tiba di tegur oleh pemuda yang tidak kenal. Orang itu sangat asing di kampung itu. Leha menafsirkan mungkin orang baru atau memang kebetulan sedang lewat.

"Disana ada apa Bu, ramai-ramai?" bertanya orang itu yang tidak bukan adalah Genderuwo.

Karena Leha merasa kurang nyaman hatinya maka ia menjawab semaunya. "Anak gue di culik setan kali!"

"Ah ... mana ada setan nyulik orang, ada juga setan di masukin kebotol sama orang!" berujar orang sambil menyeringai.

"Ah, abang bisa aja!" ucap Leha, "kemana tuh anak setan!"

"Lah ... Ibu anak sendiri dibilang anak setan!"

"Iya emang benar kok anak setan, wajahnya aja mirip Genderuwo!" ujar Leha membuat orang jadia-jadian itu terperanjat kaget.

"Buset dah, jangan-jangan anaknya itu anak gue juga!" gumam pelan orang itu alias Genderuwo.

"Berarti benar, wanita ini pernah aku tiduri dulu."

Tiba-tiba Leha menegur orang itu. "Door ... Eh bengong aja Bang!" 

Lelaki itu sontak terhenyak. "Eh-ini namanya siapa anak Mpok?" lelaki itu bertanya untuk menghilangkan rasa kejutnya.

"Subur Bang!" jawab Leha, "tuh anak aye yang pertama, mirip ama Genderuwo. 

"Kenapa mirip Genderuwo?" kembali lelaki itu bertanya.

"Tau tuh Bang, laki aye perasaan ganteng kenapa anaknya mirip Genderuwo!" ujar Leha panjang. 

Sekitar beberapa langkah lagi rumah Leha terlihat. Lelaki itu pun pamit dari Leha. "Mpok, aye pulang dulu, aye doain biar anaknya cepat pulang ya Mpok!"  Lelaki itu yang bukan lain adalah Genderuwo, segera meninggalkan Leha. "Iye Bang, bae-bae jalannya gelap!"

Sang Genderuwo kembali merubah wujud aslinya. Ia menghilang ketika di prapatan jalan dan menuju ke pohon gempol dimana Subur dan Upik di sekap oleh Wewe gombel secara ghaib. Setibanya di pohon gempol itu tampak seorang anak lelaki berusia tujuh tahun sedang mendeprok sambil melongo-longi seperti kebingungan. 

Anak lelaki itu adalah subur yang berhasil dilepaskan oleh Wewe gombel. Sedangkan Upik masih terkurung dalam kerangkeng ayam, seperti kerangkeng ayam jago. Ketika itu Upik mulai tersadar kalau wanita yang di hadapannya dan memberikan makan ternyata sosok wanita yang menyeramkan dengan wajah yang sangat buruk dan seram. Sehingga membuat Upik menangis berteriak minta pulang. Wewe gombel pun kesal akhirnya Upik di kurung di kandang ayam itu.

Sang Genderuwo melihat Subur anaknya Leha sedang termenung di bawah pohon gempol, Sang Genderuwo kembali merubah wujudnya menjadi manusia. Lalu menghampiri Subur. Setelah di dekati anak itu benar apa yang dikatakan ibunya kalau anak itu mirip genderuwo. Yakinlah Genderuwo itu adalah anaknya hasil persetubuhan dengan Leha Tujuh tahun yang lalu.

Genderuwo yang sudah menjadi manusia itu bertanya. "Adik kenapa malam-malam ada di sini?" 

Subur terkejut ketika di tenya seperti itu. Ia baru sadar ternyata waktu sudah malam dan gelap, berada di bawah pohon pula yang terkenal dengan keangkerannya.

"Tidak tahu Pak, tahu-tahu saya sudah berada di sini!" jawab Subur polos.

"Kamu sendiri apa sama teman?" kembali Genderuwo yang menyamar sebagai manusia itu bertanya, meskipun ia sendiri sudah tahu, "Coba kamu ingat-ingat lagi!" 

Subur pun berpikir untuk menginggat ketika siang. 

"Upik!" katanya keras. Rupanya Subur baru tersadar ketika siang itu bersama Upik dan bertemu dengan seorang wanita yang mengajak kerumahnya dengan menawarkan makanan yang enak-enak. "Upik ... Upik di culik sama Hantu Pak!" kata Subur dengan nada menyentak.

Subur pun menceritakan semuanya. Dengan suara gagap ketakutan akan keselamatan Upik, ia berujar kepada orang itu. "Tolongin Upik Pak, dia di culik sama Makhluk itu!"

Lelaki itu yang bukan lain adalah Genderuwo membelai rambut Subur penuh kasih sayang. Ia merasakan getaran satu darah pada diri Subur. Terbukti dengan banyaknya bulu di wajahnya, bentuknya seperti hewan kambing hanya saja ia manusia.

Lalu lelaki itu mengusap wajah Subur dari keningnya sampai kedagu. Sontak Subur jatuh terkulai tak sadarkan diri. Rupanya Genderuwo itu membuat Subur pingsan agar dia tidak melihat ketika menolong Upik nanti dengan rupa dan wujud aslinya sebagai makhluk astral.

Setelah Subur sudah tak sadarkan diri. Genderuwo itu kembali berubah dengan wujud aslinya. Wajahnya seram, matanya menyorot merah, tubuhnya berbulu dan bertanduk itu. Lalu dia berteriak lantang.

"Wewe ... Keluar kau!" bentaknya memanggil Wewe Gombel, "lepaskan anak perempuan itu.!" 

Mendengar teriakan itu Wewe gombel terkejut. Lalu menampakan wujudnya di depan Genderuwo.

"Eh-makhluk jelek, ngapain teriak-teriak di rumah gue!" kata Wewe Gombel.

"Balikin anak yang kau curi, ingat kamu ini kena kasus penculikan anak. Kamu melanggar Undang-undang perlindungan anak!"

Wewe Gombel menyeringai, "Eh-lelaki buruk rupa, keren sekali kata-kata loe!" kilah Wewe. "Bukan urusan loe. Urus aja diri loe tuh yang suka meniduri istri orang!"

Di umpat begitu, marahlah Genderuwo. Rahangnya naik turun serte menguarkan suara menggeram. Tangannya mengepal rasanya ingin mukul wewe gombel itu, tapi ia sadar mana mungkin memukul seorang wanita. Dengan nada tinggi Genderuwo membentak.

"Eh-Nini Gombreng! Loe tuh paling jelek, rambut acak-acakan jarang kesalon, buah dada melember kaya paya busuk. Jijik gue liat loe."

"Lah dari pada loe, kerjaannya cuma ngintipin perempuan mandi, uh amit-amit gue dedemenan sama loe!" hardik kembali Wewe Gombel.

"Ih sapa yang mau sama loe!" balas Genderuwo. "Najis gue mah kawin ama loe!" sambil ngetuk-ngetuk kepala.

"Yee geee eer..!" kata Wewe Gombel. Karena merasa sewot akhirnya Upik di lepaskan dan jatuh tepat di depan Subur. "Tuh gue balikin anak orang!" berkata keras Wewe gombel.

Subur dan Upik segera bangkit. Mereka pun lari secepat kilat karena ketakutan melihat dua makhluk astral itu bertengkar. Sesampai di rumah, alangkah gembiranya kedua orang tua Upik dan Subur telah kembali malam itu pada jam 23.00. Mereka pun berpelukan begitu pun Leha dan Subur. Walaupun anaknya jelek mirip dedemit tapi sudah takdirnya untuk Leha rawat sampai besar nanti.

Kita balik ke pohon gempol. Dimana Wewe gombel dan Genderuwo sedang bertengkar.

"Sudahlah aku malas meladeni kamu!" kata Genderuwo sambil melangkah pergi dengan muka masam dan melengos sengit.

Baru beberapa langkah, Wewe Gombel memanggilnya.

"A'a Uwoo .... Maafin Wewe yah...! Sambil tersenyum mengejek.

TAMAT







1 komentar: