Sabtu, 26 Desember 2015

TERORIS

Baru saja gema adzan isya berkumandang. Ditatapnya benda melingkar nadi tangan, waktu tepat pukul 19.00. Wajahnya resah penuh harap membuat jantungnya berdegup kencang. Berkali-kali handphon di liriknya, namun belum juga kiriman pesan singkat yang datang dari lelaki yang ditunggunya. Bertambah risaulah Salmah. Ada apa gerangan? Lelaki bernama Rudi, lelaki yang akan menghibahnya tak kunjung memberi kabar.


Salma membatin dengan perasaan hati yang kurang nyaman dan gelisah, seraya berkata: "Ada apa dengan mas Rudi, tak biasanya ia selambat ini." Seperti biasa Rudi selalu datang berkunjung sebelum isya. Namun kali ini, "apakah terjadi apa-apa di jalan." Tanda tanya mulai menyeruak. "Mudah-mudahan Allah memberikan keselamatan padanya."

Sementara itu awan semakin gelap terlihat, tak ada bintang yang berkedip pancarkan sinarnya. Angin berhembus pelan melambai apa yang di papasnya. "Ah.. Apakah akan turun hujan," salma membatin.

Selesai berkata begitu kilat terlihat di kejauhan memutihkan gelapnya malam. Bertambah resahlah hatinya. Sekiranya lelaki yang di tunggu tidak datang juga di kerenakan hujan akan turun tidak mengapa, asalkan memberi kabar. Tapi saat ini Mas Rudi belum juga memberi kabar. Salma pun memutuskan untuk menghubunginya terlebih dahulu. Aksara di kotak kecilnya mengirim pesan; "Mas.. Lagi di mana? Kok lambat datangnya. Bls!"

Tak juga ada balasan, di tunggu beberapa menit lagi, mungkin lagi di perjalanan jadi tidak sempat untuk membalas. Ah.. Bertambah gelisahlah Salmah. Sms balasan tak kunjung datang. Lalu terbesit di hatinya untuk menelpon, walaupun tidak pantas wanita menelpon lebih dulu, dan memang tidak pernah Salmah menghubungi Mas Rudi terlebih dahulu, kecuali keadaan darurat.

Namun ketika di hubungi, suara operator selurer mengatakan: "Maaf nomer yang anda tuju tidak aktif atau di luar jangkauan!" Bertambah gundahlah Salmah. Pikirannya tidak karuan. Akhirnya ia beranjak masuk kedalam rumah dengan wajah kecewa namun penuh was-was.

"Ada apa nak? Kok wajahmu murung begitu," tanya wanita paruh baya yang bukan lain ibunda Salma. "Oh yah.. Kok gak datang Bojomu?" sambung sang bunda bertanya. 

"Ya bu.. Mas Rudi sepertinya tidak datang deh!" Salma menjawab lalu duduk di samping sang Bunda. "Ada apa ya bu? Aku jadi khawatir. Tidak biasanya Mas Rudi telambat. Walaupun telambat pasti ia mengirim pesan sms ke Salma!" Ujar Salma.

"Em... Mungkin saja lagi macet di jalan terus belum sempat membalas sms dari kamu."

"Tapi tidak aktif nomernya bu!"

"Sudah kamu hubungi?"

"Sudah bu."

"Yo wis tunggu saja. Dan berdoa jangan lupa."

"Ya bu" pungkas Salma, lalu ia berdiam. 

Setengah jam kemudian terdengar suara mengetuk pintu. Salma terperangah sumringah di kira Mas Rudi datang. Ia segera menuju pintu dan akan mencaci mesra buat Mas Rudi, agar tidak lagi mengulangi membuat ia resah dan khawatir. 

Tok.. Tok.. Tok..

"Iya.. Tunggu bentar mas..!" 

Tampa melihat lagi, Salma membuka daun pintu. Derik terdengar perlahan. Salma ingin memberi kejutan dengan memasang wajah kecut dan masam, agar Mas Rudi mengira  ia marah. Tapi niat itu pupus ternyata yang datang mengetuk pintu bukan Mas Rudi tapi dua orang lelaki berpakaian serba hitam dan berbadan kekar.

"Ma.. Maaf siapa yah?" tanya Salma dengan wajah kejut.

Lelaki itu berdiam dengan mata tajam menatap wajah Salma, lalu berkata; "Apakah ibu istri dari Rudi Hemed."

"Bu.  Bukan pak'" Salma menjawab dengan nada gugup. 

"Lalu siapa ibu ini. Dan ada hubungan apa dengan saudara Rudi Hemed?"

"Saya kekasihnya pak!" 

"Oh gitu.. Boleh saya menggeledah rumah anda." kata lelaki itu dengan wajah beringas. "Saya dari kepolisian, telah menangkap kekasih anda sebagai orang yang paling di cari di negeri ini."

"Atas tuduhan apa?" Salma balik tanya.

"Saudara bernama Rudi Hamed ini, telah terlibat jaringan teroris internasional. Ia berencana akan meledakan titik-titik keramaian di jakarta."

Bagaikan petir menyambar di siang hari. Salma terkejut dengan sangat amat. Kakinya gemetar mendengar berita yang baru saja ia dengar. Jantungnya berdegup kencang.

"Boleh saya memeriksa rumah Anda!" lanjut lelaki dengan berpakaian serba hitam itu.

Tampa bicara sepatah pun Salma mempersilahkan dua lelaki itu untuk menyisir di dalam rumah. Lidahnya terasa keluh untuk mengucap kata silahkan. Ia hanya menggunakan tanggannya untuk mempersilahkan kedua lelaki itu. 

Di dalam rumah tampa etika kedua lelaki itu mengeledah setiap kamar dan isinya. Salma dan bundanya berdiam menyaksikan apa yang mereka perbuat. Tiba-tiba salah satu lelaki berwajah garang berteriak keras. "Pak! Barang bukti sudah kita ketemukan. Banyak mesiu dan kebel di dalam rangsel ini." Sontak Salma dan bundanya menjerit histeris. "Apa.. Apa yang bapak-bapak maksud," Salam bertanya dengan suara lantang. "Kami tidak tahu keberadaan tas itu. Tas itu! Tas itu kenapa ada di sini?"

Tampa menghiraukan  pertanyaan Salma, kedua lelaki itu segera menghubungi rekan-rekannya yang lain. Ber-iringan masuk dengan senjata lengkap dan garang. Derap sepatunya menggidikan tengkuk membuat detak jantung berdegup kencang. Ibunda Salma pun jatuh terkulai lemas tak sadarkan diri. "Ibu..ibu..bangun bu." Rasa takut menyelimuti hati Salma. Ia menggoyangkan tubuh bundanya. Air mata ketakutan membasahi pipinya. Tampa daya Salma hanya meraung kecil sambil memeluk tubuh bundanya.

Seorang lelaki dengan seragam tentara dan bersenjata laras panjang menghampiri Salma, "Kamu ikut kami!" seru lelaki itu. "Cepat," katanya sambil menarik lengan Salma. "Bagaimana dengan ibuku?" tanya Salma mencoba tegar. "Nanti orang kami yang akan membawa ibu kamu kalau sudah siuman." jawab lelaki berpakaian tentara berwarna hitam itu.

Dengan  menunduk Salma melangkah keluar di kawal beberapa orang dengan menggunakan topeng. Sebelumnya ia di periksa dan di geledah tubuhnya. Tentara itu tidak mau kecolongan takut bom melingkar di tubuh wanita itu. Gerakan dan langkahnya cepat membawa wanita malang itu ke dalam mobil barak kuda, mobil anti peluru berlapis besi baja. Dan teraris besi di setiap kacanya. 

***

Kita balik peristiwa yang di alami Rudi Hamed

Tidak lebih 60 km kecepatan kendaraan roda dua melaju dengan jaga jarak kendaraan di depannya. Walaupun hatinya ingin sekali lekas sampai dan bertemu wanita yang akan ia hibah, namun  demi keselamatan terpaksa harus bersabar. Di persimpangan lampu merah ia berhenti. Getar hape di saku tidak di rasa. Fokus dengan rambu lalu lintas di depannya, sehingga panggilan terakhir dari Salma tak di hiraukan.

Tak lama kemudian lampu hijau menyalah. Raungan kendaraan memekakan telinga. Rudi Hamed pun bersiap tarik gas dengan sigap. Tapi sesaat kemudian mobil kijang berwarna hitam memapas jalannya. Dengan sedikit jengkel Rudi Mahed menggerutu, ""Sialan" makinya. Lantas mobil kijang hitam itu berhenti dengam memalang, membuat Rudi Hamed pun berhenti.

Tiga orang turun dari mobil itu. Dengan menodongkan pistol kearah Rudi Hamed.

"Angkat tangan!" Sentak seseorang dengan wajah garang. "Segera turun dan jangan coba-coba bergerak.

Betapa terkejutnya Rudi Hamed, baru kali ini ia di todongkan pistol. Hatinya kebat-kebit penuh tanda tanya. Ia pun segera menuruti perintah orang tersebut tampa ada kata-kata karena penuh heran dan takut. Keuda tangannya di angkat, lalu seorang mengeledah tubuhnya dari atas hingga kebawah kaki. Sedangkan sebagian orang masih menodongkan pistol dengan siap siaga. Lelaki dengan badan tegap kemudian menyilangkan kedua tangan Rudi Hamed, lalu  borgol berukuran kecil sudah menjepit kedua ibu jarinya. Ia sempat berteriak kesakitan. Tapi lelaki itu tidak memperdulikan dan segera membawa Rudi Hemed kedalam mobil dengan sangat kasarnya. 

"Mau di bawa kemana saya!" ujar Rudi Hamed.

"Jangan banyak bicara, ikut saja kami!" balas orang itu dengan nada keras.

Bukan hanya tangan terbogol, tapi juga kedua matanya ditutup. Tampa daya Rudi Hamed dalam cengkraman orang-orang itu. Seraya berdoa di dalam hatinya: "Ya Allah. Lindungi aku. Berilah aku keselamatan."

***

Salma terisak-isak menangis ketika pertanyaan membabi buta di lontarkan oleh penyidik kepolisian. Pertanyaan yang membuat Salma menjawab gugup dan berulang-ulang. Matanya yang sembab akibat terlalu banyak menangis tak menyurutkan penyidik itu. 

"Benarkah anda tidak tahu menahu kegiatan kekasih anda?!" Salma menggelengkan kepala. "Jawab dengan mulut, bukan dengan kepala!" gertak penyidik itu dengan nada keras dan mata menatap tajam. "Benar pak. Saya tidak tahu menahu kegiatan kekasih saya," jawab Salma dengan sedikit tegas.

Dari balik pintu seseorang masuk. "Siap pak! Apa tugas saya?"

"Bawa orang ini untuk kita temukan kepada target kita!"

"Siap pak!"

Lalu orang itu menarik lengan Salma sambil berkata: "Mari ikut saya!"

Salma hanya mengangguk lalu mengekori orang itu. Di dalam hatinya kini merasa sedikit luas, ia akan bertemu Rudi Hamed melihat keadaannya sekaligus mempersiapkan batin dan pikirannya untuk menghadapa apapun yang akan terjadi. Sambil menarik nafas dalam Salma memohon kekuatan kepada Allah agar di berikan ketabahan dan kekuatan untuk menghadapi permasalahan. 

Ruangan yang asing bagi Salma "Inikah yang di namakan penjara bagi orang-orang yang melanggar hukum," batin Salma dengan sengaja untuk memandang seluruh lingkup ruangan agar hatinya kuat. Ketika itu terlihat jeruji besi di pojok ruangan yang sempit. Terus mengikuti lelaki yang mengajaknya untuk bertemu kekasihya Rudi Hamed. Salma ingin sekali mengetahui keadaannya.

Lelaki itu membuka gembok dengan anak kunci. Terbukalah pintu jeruji besi. Lelaki lusuh keluar dari kamar penuh sesak, lelaki itu Rudi Hamed.

"Mas.. !" Salma menatap wajah Rudi Hamed. Bibirnya bergetar kelu sejenak. Sesaat untuk menenangkan hatinya. Setelah tenang Salma kembali menyapa, "Bagaimana kabar mas?"

"Ma.. Ma.. Maafkan aku!" jawab Rudi Hamed dengan menundukan wajah. Terlihat kelopak mata berkaca-kaca ketika menatap wajah Salma. Ada penyesalan di hatinya. 

"Kenapa harus minta maaf!" ucap Salma. "Semua sudah di gariskan Allah penggenggam langit dan bumi. Lalu apa yang terjadi semuanya. Apakah kamu simpatisan Teroris?"

Rudi Hamed menggelengkan kepala. "Aku terjebak oleh perkumpulan pengajian di mana tempatku bekerja," ujar Rudi Hamed memberi penerangan.

"Lalu tas yang ada di dalam kamarku?"Salma kembali bertanya. "Tas yang berisi bom yang akan di ledakan. Aku takut mas!" Salma menundukan paras wajahnya, lalu terisak menangis sedu sedan. "Aku tidak mau menjadi istri seoarang teroris mas!" Air matanya berlinang membasahi hijab yang di kenakannya. "Aku ingin kita menjadi keluarga yang bahagia di dunia juga di akherat. Aku tidak mau atas nama agama yang ber-adab-namun menghancurkan peradaban. Masih banyak jalan menuju ke surga mas! Tampa harus menyusahkan orang banyak yang justru menambah dosa menurut aku," sambungnya kembali.

Rudi Hamed terdiam 

"Jangan kita terjebak kedalam pemahaman yang dangkal tentang jihad." Salma mengangkat kepalanya memberanikan diri bertatap mata. "Masih banyak hawa nafsu yang harus kita perangi. Mas tahukan, jihad akbar ialah jihad melawan hawa nafsu!?" 

Rudi Hamed menghela nafas panjang, lalu perlahan menatap wajah Salmah. "Aku tidak terlibat aksi paham islam radikal. Aku terjebak!" seru Rudi Hamed berujar. "Aku mengerti apa yang kamu maksud. Masih banyak jalan untuk menggapai surganya Allah. Aku tidak berharap surganya Allah. Yang aku harapkan Ridhonya." 

"Lalu tas itu. Tas yang berisi bom itu?"

"Itu tas Abu Muslih, temanku ketika SMA dulu. Ia simpatisan ISIS, ia mengikuti paham ini sudah terlalu jauh."

"Tapi kenapa mas membawa ke rumahku."

"Karena itulah aku di jebak. Abu Muslih sudah mengendus kalau dia sudah kecium oleh intelijen negara!" ujar Rudi Hamed. "Ketika aku berkunjung kerumahmu, aku bertemu Abu Muslih di jalan, lalu meminta tolong untuk sementara menyimpan tas itu sampai ia kembali untuk mengambilnya kembali," terang Rudi Hamed dengan mata sayu.

 "Maafkan aku, sudah membuatmu takut dan terlibat ulah temanku yang mengikuti islam pemahaman dangkal. Doa kan aku agar bisa keluar dari masalah ini.!"

Salma menyentuh telapak tangan Rudi Hamed. "Insya Allah, doa orang-orang yang teraniaya akan di ijabah." Rudi Hamed hanya mengangguk. "Kamu sudah terfitnah. Jangan takut, berterus terang saja dengan jujur di depan polisi, bahwa Mas sudah tertipu." 

Mereka berdiam sejenak.

Tak lama kemudian terdengar suara derik pintu jeruji besi. Dua orang berbadan tegap dengan muka sangar menuju mereka berdua. Dua orang itu adalah bagian penyidik dari kesatuan anti teror. Salma mencoba menarik nafas panjang lalu di hembuskan perlahan. Hatinya masih kebat-kebit, mencoba menenangkan diri.

"Kamu yang bernama Salma?" tanya salah satu lelaki tadi. "apa benar kamu bernama Salma?" kembali orang itu bertanya.

"Ya benar pak, saya bernama Salma!" Salma menjawab sambil menunduk.

"Coba ibu lihat wajah saya!" tegas lelaki itu.

Salma mendongakkan wajah.

"Apa hubungan lelaki ini sama ibu?" 

"Kekasih saya pak!" jawab Salma. "saya sebentar lagi mau tunangan."

"Ibu tahu apa yang di lakukan sama lelaki ini?" sambil menunjuk kearah Rudi Hamed. "jangan menutup-nutupi, ini demi penyelidikan kami." ujar lelaki itu dengan nada dingin.

Salma menggelengkan kepala.

"Jawab pakai mulut!" bentakan membuat Salma terkejut.

"Ti.. ti.. tidak pak!" gugup menjawab. Hatinya luluh dan tak sanggup menahan air mata untuk jatuh. "saya tidak tahu menahu tentang aktifitas kekasih saya ini. Yang saya tahu darinya, ia telah di tertipu pak!

"Tertipu apa maksudnya!?" 

"Kekasihku ini baru saja mengikuti pengajian teman semasa SMA, yang ternyata ia simpatisan teroris." Salma mencoba menerangkan apa yang ia dengar pengakuan dari Rudi Hamed.

"Dan kekasih saya ini di titipkan tas oleh temannya itu. Ia sendiri tidak tahu apa isi dari tas itu. Lalu sebelum pulang kerumah, ia mampir dulu kerumah saya. Karena hari mulai gelap, ia terburu-buru pulang dan lupa dengan tas itu yang tertinggal di rumah saya." ujar Salma tegas.

Mendengar keterangan Salma, lelaki itu lalu menatap tajam ke arah Rudi Hamed. "Benar itu, apa yang di katakan wanita ini!?" 

Mendapatkan pertanyaan dengan mata menyorot membuat Rudi Hamed terkejut lalu mendongakan wajah. "Benar pak! Saya tidak tahu apa isi tas temanku itu. Saya baru saja bertemu oleh Abu Muslih.

"Kamu tahu tempat di mana Abu Muslih itu berkumpul?" 

"Tahu pak!"

"Lalu siapa lagi selain Abu Muslih yang kamu kenal."

"Tidak ada pak! Hanya dia."

"Baiklah, untuk itu kamu akan di jadikan umpan oleh kami. Agar para teroris itu keluar dari sarangnya."

"Maksud menjadi umpan? Rudi Hamed merasa bingung

"Kamu saya bebaskan. Asalkan kamu coba untuk terus berhubungan sama temanmu itu yaitu Abu Muslih. Korek semua keterangan darinya. Dan di mana saja jaringannya. Serta beri informasi, kemana tujuan mereka!"

Mendengar uraian penyidik polisi itu. Rudi Hamed hanya berdiam. Begitupun Salma, perasaan was-was tapi sedikit lega dengan di bebaskannya Rudi Hamed. Tak lama kemudian orang itu berbicara, "Silahkan bapak pulang, tapi ingat jika ada gerakan yang mencurigakan kamu tidak akan bisa berkutik lagi, ingat itu!" pungkas penyelidik itu.

***

Gema solawat terdengar berkumandang disetiap sudut jalan, dari tiap-tiap pengeras suara. Suara anak-anak kecil dengan semngat terkadang asal, melantunkan solawat Badar. Juga ada juga di pengeras suara masjid yang lain mengkumandangkan solawat Nariyah solawat-solawat itu sangat  populer di kalangan maayarakat.

Senja pun meredup petanda magrib tiba. Di sudut ruangan kamar Rudy Hamid seperti tidak bergairah untuk menjalankan solat berjamaah di masjid. Ia masih merasa was-was peristiwa penangkapan dirinya terulang lagi.

Di sela-sela lamunannya, Rudy Hamed ingin sekali ia bertemu dengan Salma dan Bundanya. Ia ingin meminta maaf atas kekhawatiran ketika itu. Namun Rudi Hamed malu untuk sementara waktu bertemu mereka. Pembicaraan tetangga atas kejadian itu pasti masih tersantar di telinga mereka. "Ah ... Azan Magrib sudah tiba, sebaiknya aku solat dulu!" gumamnya.

Khusuk, ya khusuk, itulah hakikatnya solat kekhusukan yang harus di tekankan. Dari niat sampai salam pikiran fokus menghadap ilahi. Biar pun bagaimana pikiran menggelut di kepala, dan rasa was-was semua itu harus di tepisnya. "Kepadamu ya Robb, aku memohon ketenangan hati.!"

Sementara itu Salma terbuai dalam alunan ayat-ayat Al Qur'an yang ia baca. Penuh tawadhu dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat seakan memberinya kekuatan batin. Sinar hidayah menyerap kehati yang paling dalam. Di akhir qiro'atnya seraya melantunkan do'a, "Ya Allah berikanlah kekuatan dan ketabahan untuk Rudi Hamid."

***

Sementara di tempat ta'lim yang tertutup. Hanya jamaah khusus mengikuti kajian, entah kajian apa yang di bahas. Berdiri seorang lelaki dengan pakaian kokoh dan celana nantung, jenggot menggerai panjang. Seraya memberikan perintah salah satu kaki tangannya agar jamaah segera membuka kajian yang akan di bahas. Lelaki itu segera memerintahkan agar jamaah khusuk mendengarkan kajian khusus yang akan diuraikan lelaki berjanggunt menggerai itu.

Lelaki berjenggot menggerai itu bernama Abu Muslih. Jidatnya hitam, raut wajahnya sinis. Sesekali ia menatap kedepan seakan-akan ada Malaikat menyaksikannya. Ia pun mulai membuka kajian.

Kaum lelaki duduk terdepan sedangkan kaum wanita semuanya mengenakan cadar hitam duduk dibelakang dengan di batasi kain pembatas. Lelaki itu pun mulai membuka suara;

"Akhwan, akhwat yang dimulyakan allah s.w.t. Kali ini kita satukan tauhid kita. Kita baiat kepada agama kita, untuk terus berjuang menegakan Khilafah, membongkar semua ke-bid'ahan dan kemusrikan."

Lelaki dengan janggut bergerai itu lalu membuka kitab, entah apa kitabnya. Lantas mulai kembali membuka suara.

"Indonesia adalah negara Toughut, Pemerintahan Thoghut, banyak ahli bid'ah di lingkungan kita. Oleh karena itu, mari kita bersihkan semua dengan mendirikan Khilafah, menegakan syriat tentu semua itu harus berjihad dengan sekuat tenaga."

Mendengar tausyiah seperti itu dan disampaikan secara berulang-ulang, sudah tentu kalimat-kalimat itu terekam di otak para jama'ah. Kalimat-kalimat yang mendoktrin, sehingga jiwa mereka terhipnotis.

"Surga itu luasnya terpikirkan. Antara langit dan bumi, didalamnya ada bidadari yang menanti mereka-mereka yang berjuang di jalan Allah, mereka yang syahid dan berjuang dengan tulus, walaupun dengan cara bunuh diri, karena niat kita adalah memerangi mereka."

Begitu lantangnya Abu Hamid berkata begitu. Bahasa arabnya yang fasih seolah-olah ia paling terpintar dan sudah di jamin ahli surga. Para jamaah pun terus terpedaya dengan tusyiah yang disampaikan oleh Abu Muslih.

Sementara itu diluar rumah seorang lelaki turun dengan mengenakan jaket hitam. Dia mengenakan baju koko dan celana di gulung sampai mata kaki. Lelaki itu adalah Rudy Hamed.

Dia sengaja untuk mengikuti kajian yang di bawakan oleh Abu Muslih, teman ketika berada di pemondokan. Penjaga rumah itu segera mempersilahkan Rudi Hamid untuk masuk dan mengikuti kajian walaupun ia sedikit telambat beberapa menit.

"Asalamu alaikum... "

"Wa alaikum salam ..." balas Abu Muslih, "silahkan masuk Rudi Hamed, hayo silahkan duduk!"

Rudi Hemed pun duduk. Tetapi tak berapa lama kejian selesai. Lalu Abu Muslih menghampiri Rudi Hamid ketika selesai kajian. 

"Rudi," panggila Abu Muslih, "aku sudah dengar kamu tertangkap polisi thogut."

Rudi Hamid terkejut Abu Muslih berucap begitu, dia hanya diam. Lalu Abu Muslih kembali membuka mulut. "Aku tidak tahu kenapa kamu kembali dilepaskan. Aku ingin tahu apa yang kamu katakan di dalam sana."

Rudi Hamid tidak menjawab, ia hanya menunduk. Sekaligus mencari jawaban apabila Abu Muslih memojokan ia untuk mengetahui kenapa ia bisa terbebas. 

"Aku ingin kamu menjaga dan merahasiakan perjuangan kita. Aku tahu iman mu masih bimbang. Kamu sudah terpengaruh oleh kekasih thogutmu itu yang bernama Salma!"

Mendengar kekasihnya di sebut Thogut timbullah rasa marah perlahan di hati Rudi Hamid. Lalu Rudi Hamid membuka suara.

"Dengar, kamu adalah orang yang mengaku paling benar dalam menjalankan islam, tetapi kenapa suka menipu dengan dasar apa kamu menipu aku!" 

"Apa maksudmu aku menipu!" Berkata Abu Hamid. Seraya memebelai janggutnya.

Dengan wajah di dongakan ke arah wajah Abu Muslih, Rudi Hamid berkata pelan namun tegas. "Kenapa kamu menaruh bom itu ketika kita bertemu di persimpangan jalan. Karena aku pikir itu bukan bom. Coba kalau meledak, aku bisa mati. Sedangkan aku belum yakin dalil apa yang bisa memasukan orang bunuh diri ke dalam surga.!" 

Abu Muslih berdehem lalu menoleh kearah ajudannya bernama Abu Dani.

"Abu, suruh jamaah beristirahat di luar, aku mau bicara 4 mata dengan lelaki murtad ini!"

Bertambah naik pitamlah Rudi Hamid di bilang murtad. Ia berdiri lalu berkata kembali dengan nada pelan namun tegas, "Dengar Abu! Kamu adalah sahabatku, kamu mudah sekali menuduh orang murtad, thogut, bid'ah bahkan kamu mudah sekali menyebut orang itu kafir walaupun orang itu memang orang islam hanya karena ia tidak solat, lalu kamu mudahnya menyebut orang itu kafir. Sungguh dangkal pemahamanmu Abu!" bentak Rudi Hamid.

Abu Hamid tersenyum sinis. "Sekarang ini kamu keluar dari majelisku, tubuhmu sudah najis untuk menginjak majelisku!" Dengan nada keras sehingga terdengar jamaah yang lain, termasuk jamaah wanita bercadar.

"Dengarlah!" tiba-tiba Abu Muslih berkata keras di depan para jamaahnya. "Dengarlah, Rudi Hamid telah kafir, ia telah keluar dari islam."

Sontak para jamaah saling berpandangan. Sedangkan Rudi Hamid menarik nafas panjang untuk menahan emosinya. Tak lama ia pun berkata keras lagi.

"Dengarlah kalian.!" Rudi Hamid berkata dengan wajah berapi-api. "Kalian telah di bodohi oleh orang bodoh yang mengaku paling nyunah, paling hapal al quran dan hadist tetapi hatinya penuh kedengkian. Otak kalian telah di cuci dengan kata-kata surga, bidadari dan kenikmatan di surga. Dengarlah, masih banyak jalan surga. Dan ingat, kalian akan di jadikan oleh Dajjal ini!" sambil menunjuk kearah Abu Muslih. "Adalah sebagai boneka untuk meluluskan niat kebodohannya.! Kalian akan di jadikan mati yang sia-sia!"

Setelah berkata demikian, Rudi Hamid bergegas meninggalkan Majelis Abu Muslih. Sedangkan Abu Muslih melihatnya Rudi Hamid dengan wajah sinis, tidak ada aura sinar tawadhu. Wajahnya seperti mempunyai beban kebencian yang tidak akan hilang sampai kiamat tiba. Walaupun ia hapal berbagai hadist dam ayat Al'Quraan, namun semuanya hanya sampai di kerongkongan tidak sampai kehati. Memang begitu doktrin yang diajarkan oleh guru-gurunya terdahulu.

Sesampai di luar Rudi Hamid mengangkat tangannya keatas sebagai kode untuk anggota kepolisian anti terorisme. Saat itu juga tiba-tiba lampu di Komplek perumahan mati lampu.

Perlu diketahui. Rudi Hamid sudah terikat perjanjian dengan kepolisian anti teroris untuk dijadikan umpan agar penyergapan berjalan lancar. 

Dari rumah, kepolisian sudah membututi Rudi Hamid dan Rudi Hamid pun sudah bekerja sama ketika itu, untuk mengangkat tangannya sebagai kode bahwa Abu Muslih berada di dalam rumahnya. 

Saat ketika Rudi Hamid mengangkat tangan sebagai kode, ketika itu juga lampu padam, gelaplah semua ruangan di mana jamaah Abu Muslih berada. Sontak polisi mengepung tempat itu membuat lingkaran. Dan pasukan khusus yang ditugaskan untuk mendobrak dan menangkap Abu Muslih bergegas masuk lalu menciduk Abu Muslih dan para jamaahnya termasuk wanita bercadar untuk diminta keterangan.

Tidak ada perlawanan kepada anggota kepolisian oleh Abu Muslih. Bahkan polisi anti teror yang sudah menyiapkan segala peralatan yang cangih seperti mobil gegana tidak di gunakan. 

Namun biar bagaimana pun deerah itu harus di netralisir secara total agar bersih dari benda-benda yang membahayakan seperti bom buatan Abu Muslih untuk meledakan bila ada kesempatan atas nama jihad.

Abu Muslih di gelandang dengan cepat menuju mobil anti peluru atau barak kuda. Dengan penjagaan yang sangat ketat oleh polisi anti teroris. Sedangkan Rudi Hamid segera di amankan terlebih dahulu dengan di masukan mobil yang lain menuju kantor polisi.

Banyak warga setempat yang menyaksikan aksi penangkapan itu. Bahkan ada seorang ibu-ibu melihat mobil tahanan yang membawa Abu Muslih dan jamaahnya melintas di depannya sontak ibu itu berteriak memaki.

"Dasar islam strees, islam sesat, ngaku paling nyunah tapi punya hati dengki juga jahat. Islam penjahat bukan penjihad. Islam goblok gak tau diri. Mau masuk surga ngajak-ngajak orang, kalau mau mati, mati aja sendiri!"

Mendengar ibu-ibu itu menghardik keras. Sontak yang sebelahnya ikut menghardik. "Woe, cadar doang lu tutup tuh mulut. Jangan-jangan bibirnya doer..uh" 

Ibu yang sebelahnya lagi. Tertawa mendengar hardikan ibu tadi. "Ha... Ha... Ha..."

"Bukan doer, tapi pencong mulutnya!" sahut seorang laki-laki.

Suasana kisruh dan gaduh namun sangat menghibur bagi yang mendengarnya hardikan ibu-ibu tadi.

Salma sangat senang mendengar Rudi Hamid selamat dalam tugas sebagai pancingan kepolisian anti teroris. Sebelumnya ia berpikir akan terjadi apa-apa pada dirinya.

Namun yang membuat Salma paling bahagia adalah, terbebasnya Rudi Hamid dari paham islam yang dangkal dan tidak toleran. Islam yang hanya meng-itiqodkan keyakinan berbalut nafsu walaupun itu baik.


3 komentar:

  1. Karna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
    Bonus Deposit Member Baru 100.000
    Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
    Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
    Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
    Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
    Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis

    ERTIGA POKER
    ERTIGA
    POKER ONLINE INDONESIA
    POKER ONLINE TERPERCAYA
    BANDAR POKER
    BANDAR POKER ONLINE
    BANDAR POKER TERBESAR
    SITUS POKER ONLINE
    POKER ONLINE


    ceritahiburandewasa

    MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
    KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
    CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT

    BalasHapus