Sabtu, 06 Juni 2015

Berharap Cinta

Bedug Magrib hampir tiba, namun tak seperti biasanya syadad tidak segera bergegas kemesjid. Terlihat enggan melangkah. Rasa malas menyelimuti hati yang gundah. Pikirannya terpatri pada seorang wanita berkerudung biru. Wanita itu bernama Siti Sholehah. Wanita yang selalu di tunggu lewat depan rumahnya. Namun kini wanita itu tak kelihatan.

"Em..kenapa dia tidak lewat." Batinnya berkata.

Bedug magrib pun terdengar petanda waktu magrib telah tiba. Syadad segera berjalan cepat menuju masjid tidak jauh dari rumahnya. Lamunannya masih penuh harap. Mungkin setelah ba'da magrib Ia akan coba memberanikan diri untuk kerumah Siti Sholeha walaupun dengan alasan yang akan di buat-buat. Itulah cinta harus butuh pengorbanan.

Setan telah berhasil masuk kehati orang-orang yang tidak khusuk dalam solat. Begitupun Syadad, hatinya terus terbayang akan kecantikan Siti Sholeha. Ia berjanju akan memberanikan diri untuk menemui gadis pujaannya itu.

Sementara itu. Di balik kordeng bunga sepasang mata menatap sayu keluar halaman. Gelapnya malam tak ia pedulikan. Wajahnya merah merona. Kerudung biru yang ia sukai selalu di pakainya. Banyak koleksi kerudung berbagai warna dan motif namun hanya warna biru yang ia sukai. 

"Kamu gak pergi mengaji nak!" tanya seorang ibu. Wajah tirus dan terlihat kerutan tipis di pipi dan keningnya.

"Lagi malas bu!" jawab Siti Sholeha dengan nada datar. 

"Nak! Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan," terang seorang ibu yang bukan lain bunda Siti Sholehah.

"Iya bu. Siti ngerti. Tapi siti malam ini lagi malas aja." Siti Sholeha menjawab sambil terus memandang tajam keluar.

"Ya sudah. Tapi jangan keterusan loh malasnya." kata ibu. "Setan memang begitu menggoda umat manusia." Mendengar perhatiannya seorang ibu mendidik anaknya agar terus menuntut ilmu untuk penerang imannya agar tidak sesat dalam menjalani hidup. Anak yang sholeh adalah dambaan setiap orang tua. 

"Siti sepertinya mau haid," kata Siti Sholeha. "perut Siti sakit bu, petanda mau datang bulan." Sambil memegang perut. Lalu sang bunda duduk di sampingnya lalu berkata, "Ibu buatkan jamu yah, untuk mempelancar haid." 

Siti Sholeha menggelengkan kepala "Pahit bu!" 

"Ya udah." ucap sang bunda. "Tapi kok, ngelamun aja. Bukannya masuk kamar sana," suruh sang bunda. 

Melihat wajah Siti Sholehah tampak murung, membuat sang bunda terus diam dan duduk di samping Siti Sholehah. Rupanya sang bunda tahu, ada beban di pikrannya. Gadis remaja seusia Siti Sholeha harus ada tempat berbagi cerita. Sang Bunda tahu apa yang ada di pikiran anaknya. Ia butuh teman curhat atau bercerita. Lalu sang bunda mencoba memberanikan diri untuk bertanya.

"Ada apa toh nak. Ibu lihat ada yang kamu simpan. Coba kamu ceritakan sama ibu," tanya sang bunda.

"Gak kok bu!" 

"Ibu tahu nak. Tidak seperti biasanya kamu begini. Ibu ingin mendengar. Siapa tahu ibu bisa menjadi tempat kamu curhat." 

Siti Sholeha masih berdiam. Dan masih terus memandang tajam kedepan.

"Ya sudah kalau kamu tidak mau cerita sama ibu!?" kata sang bunda. Lalu berdiri dan melangkah keruang dapur. 

Terdengar suara motor terpakir di depan rumah. Siti menatap lekat siapa yang datang. Di singkapnya kordeng lebih luas lagi. Seorang lelaki turun dari motor berpakaian kokoh rapi dengan kopiah hitam. Wajahnya tampan bercahaya penuh ketawadhuan. Tala kemudian lelaki itu menuju pintu. Jelaslah Ia mau bertamu. Segera Siti berteriak untuk memanggil bundanya. 

"Bu sepertinya ada tamu!" Siti berteriak pelan. Sang bunda mendengar lalu menjawab. "Coba kamu buka nak! Ibu lagi tanggung nih!" seru sang bunda dari ruang dapur.

Mendengar perintah sang bunda Siti pun segera menuju pintu. Di bukanya daun pintu perlahan. Suara derik pintu mengejutkan Lelaki itu. Sambil menoleh berbarengan Mereka sama-sama tersenyum.

"Assalamu alaikum..." Syadad memberi salam terlebih dahulu.

Siti membalas salam. "Wa alaikum salam," Sambil tersenyum. Syadad terperangah melihat senyum manis makhluk terindah ciptaan sang kuasa. Sambil berkata di dalam hati "Subhanallah..cantik tenan wajahnya," namun teringat pandangan mata penuh syahwat tentu berdosa, seraya segera beristigfar lalu menundukan kepala.

"Mau bertemu siapa yah?!" Siti Sholehah lebih dulu bertanya.

"Ah aku, aku, temannya Rahmat, oh yah namaku syadad. Ketua Remaja Mesjid Al Hikmah. Aku kemari mau mengundang kamu untuk aktif di perkumpulan remaja mesjid." ucap Syadad walau berbohong atas nama organisasi. Sedangkan Rahmat teman sepengajian Siti Sholehah di Majelis taklim Nurul Huda. Mereka sering berjalan bersama Rahmat jika pergi mengaji.

"Oh iya..silahkan duduk," Siti menawarkan sambil mengulurkan tangan ke bangku di depan teras. 

"Aku akan mengambil minum dulu."

"Jangan...jangan repot-repot. Aku hanya sebentar kok!" ujar Syadad.

"Ga papa ko. Masa tamu tidak muliakan." jawab Siti Sholeha dengan tersenyum. "Sudah perintah Rasul untuk memulyakan tamu," sambungnya lagi.

Siapa yang percaya akan hari akhir maka mulyakanlah tamumu. Siti Sholehah berpedoman Hadist tersebut. Ia segera masuk kembali. Sementara itu Syadad duduk di bangku yang sudah ada di teras rumah. Hatinya berbunga-bunga. Rupanya Allah telah menuntunnya untuk bertemu dengan wanita yang suka. Lidah keluh menjadi lancar berucap. Seraya syukur di dalam hati dengan harap malam ini dapat mengobati rasa gundah kulana karena cinta.

Tak lama Siti Sholeha membawa gelas berisikan air putih. 

"Silahkan di minum." Sambil menaruh gelas di meja. Siti lalu duduk di bangku sebelahnya. "Kakak jangan di lihatin saja. Di minum airnya." 

"Iya jadi ngerepotin nih." 

"Gak apa-apa kak. Sudah kewajiban ku menyediakan untuk tamu walau hanya air putih," kata Siti tersenyum. Tak berani memandang wajah lelaki yang baru Ia kenal. Seraya menundukan wajah. Tampak merah karena malu.

"Begini dek Siti," kata Syadad membuka oblolan. "Remaja Masjid butuh orang yang aktif dalam mengelola organisasi. Saya rasa kamu cocok untuk menjadi perekrut agar jalan dakwah, baik anggota maupun yang belum menjadi anggota tetap terus semangat dalam beribadah dan berorganisasi keislaman." Tetang syadad dengan suara perlahan penuh sopan santun.

"Kakak aku belum sesholeh yang kakak kira." Ucap Siti Sholehah dengan wajah menunduk. "Dan lagi aku masih menuntut ilmu sama ustaz Daman pengelola Majelis Taklim Nurul Huda."

"Justru itu, aku sering lihat kamu berjalan di depan rumahku. Kamu rajin dan suka mengaji, makanya aku kemari untuk mengajakmu bergabung dalam Ikatan Remaja Masjid." ujar Syadad. "Organisasi butuh orang seperti kamu untuk mengisi dan mendukung kegiatan Masjid kita itu."

Karena lelaki itu memaksa dan memohon, mencair juga hati Siti. Dia pikir apa salah nya aktif dalam kegiatan remaja Masjid. Toh akan menambah amal kebaikan di dunia untuk mendulang pahala. Karena sebaik-sebaiknya manusia adalah yang manfaat dengan sesamanya.

"Em...baiklah kakak. Aku coba untuk aktif di organisasi Remaja Masjid," ujar Siti. Wajahnya yang memerah tersorot lampu neon menambah cantiknya wajah di balik kerudung biru. Hati Syadad tercekat ketika Siti Sholehah wanita yang Ia sukai mau bergabung dengan Ikatan Remaja Masjid yang Ia pimpim. Berarti jalan untuk mengambil hati Siti Sholehah terbuka luas. 

Waktu pukul 18.45, waktu Isya hampir tiba. Suara Sholawat memuji keagungan nabi akhir zaman terdengar di setiap toa masjid. Suaranya sangat menggetarkan hati bagi siapa saja yang mendengarnya. Itulah hati seorang yang telah mendapatkan hidayah Allah. Hatinya akan bergetar jika mendengar panggilan Allah. Di zaman sekarang tidak semua orang memiliki hati seperti ini. Banyak kita yang lupa akan kewajiban kita. Banyaknya godaan dan ujian membuat hati kita kotor. Dan tidak tersentuh oleh kalimat-kalimat yang agung dan mulia. Hiruk pikuk kehidupan di dunia membuat hati kita lalai.

Syadad berdiri untuk pamit pulang. "Baiklah, aku rasa sudah cukup maksud kedtatanganku. Aku berterima kasih, kamu mau ikut dalam Ikatan Remaja Masjid," pungkas Syadad.

"Iya kakak, aku juga terima kasih, kakak mau bersitatuh rahim ke rumah Siti." Siti Sholehah menjawab sambil bangkit dari duduknya. "Dan terima kasih juga atas kepercayaan dan pujian yang kakak berikan," ucap Siti sambil tersenyum menyeringai. 

"Sama-sama, hanya Allah lah pujia-pujian yang paling agung di sandangkan." ujar Syadad.

* * *

Pagi mulai merangkak. Suara ayam bersahut-sahutan menyambut mentari bersinar indah. Binatang semua berzikir atas kebesarannya. Tak ada satu pun kenikmatan yang tak di rasa. Dari bangun tidur sampai tidur kembali. Setiap udara yang kita hirup adalah kenikmatan tak terkira. Maka bersyukurlah apa yang di berikan dengan gratis pada kita semua. Hanya satu rasa syukur yang di pinta, yaitu menjalankan apa yang di perintahnya dan menjauhkan apa yang di larangnya. Tidak aku ciptakan Jin dan Manusia hanya untuk beribadah kepadaku.

Dhuha adalah waktu yang mustajab untuk urusan rizki. Seorang lelaki sedang sholat dengan khusuknya. Tidak ada yang di pinta, sholatnya semata-mata karena Allah. Berawal niat menjalankan sunah, kini terbiasa menjalankan sholat dhuha. Sehingga timbul rasa kewajiban dalam menjalankan sholat dhuha. Sunah terasa wajib. Itulah yang di rasakan Rahmat. Lelaki berusia 28 tahun belum menikah. Di rasa sedikit kurang percaya diri dalam bergaul kepada teman-temannya yang sudah menikah bahkan ada yang sudah mempunyai buah hati. Tidak dengan Rahmat. Ia masih merasa kurang mampu untuk menikah. Hidup menjadi tulang punggung keluarga dengan penghasilan pas-pasan hanya cukup buat makan sehari.

Terbesit keyakinan di hatinya bahwa jodoh tidak akan kemana. Semua yang hidup pasti berpasang-pasangan. Itulah janji Allah. Banyak wanita cantik di jalan bahkan teman sepengajian, termasuk wanita yang di rasa sangat cocok di hatinya dengan teman sepengajian, yaitu Siti Sholeha.

Ada rasa suka di hatinya yang paling dalam. Namun Ia belum berani mengatakannya. Cinta sepihak di rasakan sangat menyakitkan. Alasan tidak berani mengungkapkan rasa sukanya karena ekonomi. Sehingga Ia merasa kurang percaya diri. Mungkin harapan, kalau memang sudah jodoh pasti Allah akan memudahkan jalan dan Rizkinya. Biarlah waktu yang akan menjawab. Semua diserahkan kepada penggengam alam. 

Selesai sholat dhuha di Masjid, Rahmat bergegas membawa dagangannya. Penjual es keliling itulah hasil di mana Ia mengais rizki. Mana mungkin tukang es keliling suka sama seorang wanita cantik berpendidikan seperti Siti Sholehah yang sudah mengenyam bangku kuliah. Sedangkan Ia hanya lulus SMP. Lagi-lagi batinnya berkata. "Ya Allah hilangkanlah rasa cinta dan suka pada wanita yang aku sukai, yaitu Siti Sholeha. Semua ini membuat aku tersiksa."

Baru sepuluh langkah, lamat-lamat terdengar suara dari jurusan kanan. "Bang...Bang Rahmat es nya bang." Suara itu tidak asing lagi. Dengan tersenyum Rahmat menghampiri. "Pa.. Pa.. Pagi-pagi sudah haus Ti?!" Seru Rahmat dengan gugup. "Iya bang. Abis beberes rumah nih!" jawab wanita yang memanggil. Pembeli wanita itu adalah Siti Sholeha.

"Bang Rahmat ikut juga yah Ikatan Remaja Masjid," tanya Siti Sholeha sambil mendelik ke arah Masjid. 

"Iya...hanya ikut aja kok. Gak terlalu aktif," jawab Rahmat sambil membuat Es pesanan Siti. "Kenapa emang." Rahmat balik bertanya.

"Ini Bang. Semalam ketua anggota kerumahku. Mengajak aku supaya ikut dalam meramaikan organisasi." terang Siti.

"Oh...terus kamu mau."

Siti Sholehah menganggukan kepala.

"Em...bagus lah, berarti masih ada kesempatan aku untuk terus bertemu dengannya. Bukan hanya di pengajian, kini di Masjid pun aku bisa bertemu selalu dengannya." Rahmat membatin. "Astagfirullah. Berarti ibadahku sudah tidak murni lagi, bukan karena Allah semata tapi ada sesuatu," Rahmat mengusap muka seraya beristigfar atas niat yang membelok.

"Ih Bang Rahmat kok malah bengong," Siti Sholehah berucap membuat Rahmat terperanjat. "Eh iya. Ini Ha..es nya hehehe," Rahmat mencoba menutupi rasa kagetnya dengan menyeringai senyum.

"Kalau dagang jangan banyak ngelamun bang..Nanti pembeli pada bingung hehehe," canda Siti Sholehah. Bertambah cantik di pandang. Wajah yang anggun dengan Nur ke sholehan terpancar di wajah Siti Sholehah, membuat Rahmat terperangah memandangnya.

* * *

Senja pun merangkak naik. Syadad mempersiapkan bahan yang akan di sampaikan rapat nanti malam. Rapat untuk membahas hari besar Islam. Acara untuk mengisi hari Isra wal Mihradnya Nabi besa Muhamamad SAW. Seksi-seksi apa yang akan di persiapkan termasuk kalkulasi biayanya. Sebagai ketua dari Ikatan Remaja Masjid, semua rencana harus di pikrkan matang-matang. Agar ketika harinya tiba, akan berjalan lancar.

Handphon di raihnya. Lalu Syadad mengetik undangan untuk para anggota melalui sms agar hadir ba'da Isya. Balasanpun datang dengan alasan masing-masing. Ada yang bersedia hadir dan ada juga beralasan karena uzur, sehingga tidak dapat menghadiri rapat.

Kecuali Siti Sholeha dengan semangat Ia membalas, "Siap kakak. Karena Aku anggota baru, Aku siap datang hehehe." balasan sms dari Siti Sholehah membuat Syadad berbunga-bunga. Ia tersenyum sendiri sambil memandangi kotak kecil ajaibnya penuh dengan aksara.

Malamnya ba'da Isya tampak jemaah yang hadir. Tak biasanya jamaah sampai Dua Shof, biasanya hanya satu Shof, mungkin karena ada undangan untuk di adakan rapat yang di motori anggota Ikatan Remaja Masjid. Bukan rahasia umum lagi, apabila jamaah banyak yang hadir pasti ada sesuatu yang perlu di sampaikan kepada pengurus Masjid.

Syadad lebih dulu duduk di muka. Pakaian kokoh putih, kopiah hitam bercorak dan tidak ketinggalan sorban yang donselendangkan di bahunya, menambah kewibawaan. Apalagi mempunyai wajah yang tampan dan bersih menambah sedap di pandang, jangankan kaum hawa, kaum laki-lakipun suka memandang wajahnya. 

Di balik tirai pemisah antara jamaah laki dan jemaah wanita terlihat anggota remaja wanita, sedang asik mengobrol kecil. Walaupun sedikit yang hadir, namun tidak mengurangi hikmat acara rapat tersebut. Adab berada di dalam masjid banyak yang di langgar. Terutama dalam acara-acara rapat seperti ini. Seperti bercakap-cakap masalah dunia bahkan bisa menjurus ke Ghibah atau membicarakan aib orang lain. Memang tidak bisa di pungkiri khususnya kaum hawa yang gemar berghibah.

Syadad mencoba menoleh ke tirai, dimana belakang tirai di khususkan untuk wanita yang hadir. Matanya tajam memandang sekian banyak jamaah wanita berkerudung. Namun wanita yang Ia sukai belum terlihat. Apakah Siti Sholehah belum hadir, Ia membatin.

Tak lama kemudian wanita yang di tunggu datang. Dengan jilbab panjang berwarna biru merumbai-rumbai laksana umbul-umbul yang berkibar di hari kemerdekaan. Tampak anggun dengan pakaiannya. Indah serasi dan sedap di pandang. Bertambah terkesimalah Syadad memandangnya terpaku. Ia lupa akan tugas untuk membuka rapat sudah saatnya untuk di buka.

Tiba-tiba ada yang menyeletuk. "Pak semua sudah pada kumpul. Langsung aja di buka." tegur orang yang di sebelahnya. 

"Iya...Sudah yah kita buka saja rapat kita." Syadad mulai membuka pembicaraan. Semua jemaah terdiam hikmat mendengarkan pembukaan dan uraian dari ketua anggota Remaja Masjid. Sedangkan Siti Sholehah mendengar penuturan Syadad sempat melirik ke arah Rahmat. Ia duduk sebelah kiri dinding masjid. Sesekali Rahmat melirik balas ke arah Siti, sebalik Siti Sholehah membalasnya lalu menundukan wajah karena malu.

"Ah inikah yang di namakan cinta." Rahmat bergumam di dalam hati. Begitupun dengan Siti Sholeha, Ia berkata di dalam hati. "Bang Rahmat lumayan tampan dan ganteng. Rajin lagi ibadahnya." Mereka saling pandang. Sampai acara rapat selesai mengenai mengisi hari besar umat islam yaitu Isra Mirad Nabi besar kita Muhamad SAW.

Hasil keputusan rapat sebagai ketua panitia Rahmat. Sedangkan Siti Sholehah sebagai bandahara. Maka terbentuklah Panitia Peringatan Isra wal Mirad yang akan di selenggarakan seminggu kemudian.

Jodoh tidak kemana. Seiring berjalanya waktu. Terjadilah hubungan yang erat antara Rahmat dan Siti Sholeha. Walau tidak terikat dengan tali cinta, namun kerena sering bertemu, mereka seperti berpacaran sehingga timbulah fitnah di antara mereka. 

Kedua orang tua mereka sepakat untuk menikahi mereka. Namun ketika di tengah rencana. Orang tua Siti Sholeha berpikir kembali, karena ada yang menghasut. Bagaiman mungkin seorang mahasisiwi berpendidikan menikah dengan seorang tukang es keliling. Suatu hal yang tak mungkin dan hanya ada di sinetron indonesia. 

Rahmat pun patah hati, cintanya kandas berakhir dengan sakit hati. Sama halnya dwngan Siti Sholeha, dari hatinya yang paling dalam, Ia sudah telanjur sayang. Namun atas ridho orang tua maka mau tak mau Ia harus menurut apa yang di perintah kedua orang tua. Karena Ridho Allah, Ridho kedua orang tua.

Selain itu juga, Ia berpikir dua kali. Memang benar mana mungkin Ia yang serjana memiliki suami pedagang es keliling. Ah mustahil.

Siti Soleha menjadi murung setiap hari. Sikapnya yang berubah menjadi pendiam membuat kedua Orang tua gelisah. Di maklumi apa yang dirasa anaknya. Pasti sangatlah sakit. Namun tidak sesakit Rahmat cintanya lenyap di telan bumi.

Syadad mengambil kesempatan. Di balik titlenya sebagai ketua Remaja Masjid, di jadikan jalan untuk mendekati Siti Sholeha yang bermuram durja. Sehingga lambat laun Siti pun perlahan-lahan hilang rasa kecewanya dan bisa melupakan Rahmat, walau Ia malu jika bertemu Rahmat. Pasti akan terputus hubungan siratur rahim. Sama hal yang di rasakan Syadad. Walaupun waktu menjawab Ia akan menghibah Siti Sholehah tentu sahabatnya bernama Rahmat akan tersakiti. Padahal pemuda itu sangat aktif di Masjid dan rajin ibadah. Dan lebih di takuti Syadad imannya Rahmat akan turun dratis, karena prustasi.

Dengan bijaknya. Syadad memutuskan untuk tidak menyukai Siti Sholeha, walaupun terpaksa harus mengorbankan perasaan cintanya, demi persahabatan dengan Rahmat. Sungguh sangat mulia hati Syadad. Keputusan yang sangat bijaksana.

Biarlah Dengan berjalannya waktu. Akhirnya mereka melupakan segala peristiwa cinta dan perasaan dengan memperbanyak kesibukan dan terus beribadah serta berdoa kepada pemberi dan pengabul doa. Tuhan pemilik alam.


1 komentar:

  1. ceritanya keren, cuma itu kayaknya ada beberapa hurup yg salah tempat atau tulisannya typo

    BalasHapus